Kisah Mr. Assaat, Presiden Indonesia Berdarah Minang yang Terlupakan

Mr.-Assaat.jpg
(Wikimedia Commons via historia.id)

RIAU ONLINE - Republik Indonesia telah mengalami pergantian kepemimpinan sejak berdiri sebagai sebuah negara. Setidaknya sudah tujuh tokoh yang memimpin negara ini, sejak era Presiden Soekarno hingga Presiden Joko Widodo yang segera menyerahkan tampuk kekuasannya ke presiden berikutnya.

Tapi tahukah kamu? Ternyata ada tokoh lain yang pernah menjabat Presiden di republik ini. Ialah Mr. Assaat, tokoh berdarah minang yang pernah memimpin Republik Indonesia.

Pria kelahiran 18 September 1904 di Jorong Pincuran, Landai, Kenagarian Kubang Putih, Kecamaan Banuhampu, Agam, Sumatera Barat (Sumbar) itu digelari Datuk Mudo.

Marthias Dusky Pandoe dalam Jernih Melihat Cermat Mencatat: Antologi Karya Jurnalistik Wartawan Senior Kompas, sebagaimana dilansir dari Historia.id, Kamis, 11 Mei 2023, bercerita bahwa Assaat kecil pernah menempuh pendidikan di sekolah agama Adabiah Padang dan MULO Padang.

Assaat lantas merantu ke Batavia setelah menyelesaikan sekolah dasar dan menengah. Di sana, ia sekolah di School tot Opleiding van Indlandsche Artsen (STOVIA). Namun, Assaat yang tidak berminat pada dunia kedokteran memutuskan pindah ke sekolah tinggi hukum RHS. Assaat pun berhasil meraih gelar meester in de rechten (Mr) di Negeri Belanda.

Pada 1939 Assaat kembali ke Tanah Air dan banyak terlibat dalam kegiatan organisasi pergerakan, seperti Jong Sumatranen Bond dan Perhimpoenan Indonesia Moeda. Dari sanalah ia mulai terlibat dalam berbagai kegiatan politik kebangsaan bersama tokoh pergerakan lainnya. Bahkan, Assaat terkenal aktif dan vokal dalam bersuara sehingga namanya cepat dikenal.

Menurut Pandoe, fakta sejarah lainnya menyatakan Assaat sebagai patriot demokrat yang tidak kecil sahamnya dalam menegakkan dan mempertahankan RI.

"Dia setia memikul tanggung jawab sejak awal kemerdekaan sampai tahap akhir penyelesaian revolusi," ungkap Pandoe.

Assaat sejak 1945 sudah aktif sebagai anggota Komite Nasional Indonesa Pusat (KNIP). Satu di antaranya tugas-tugasnya yakni membantu mengontrol jalannya pemerintahan, serta mendampingi presiden.


Pada 1947, Assaat bahkan dicalonkan sebagai Ketua KNIP dan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) yang sebelumnya memang sudah dijabatnya.

Pergolakan roda politik di dalam negeri mengantarkan Mr. Assaat pada jabatan tak terduga. Ia menduduki jabatan acting Presiden RI yang bertugas memimpin pemerintahan RI ketika negara resmi mengadopsi bentuk serikat.

Penyerahan mandat kursi kepersiden RI dari Soekarno ke Mr. Assaat terjadi lantaran Soekarno telah memegang jabatan presiden di pemerintahan RI Serikat, didampigi Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri.

Surat kabar Merdeka, 30 Desember 1949, memberitakan bahwa pelantikan Mr. Assaat sebagai acting Presiden RI dilakukan di Istana Kepresidenan Yogyakarta pada 27 Desember 1949. Upacara pelantikan itu dipimpin langsung oleh Soekarno.

Tak hanya penyerahan mandat, pada sidang tahun 1949 itu, BPKNIP secara resmi mengumumkan pemberhentian Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI dan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS.

Mr. Assaat kemudian membentuk pemerintahan yang berkedudukan di Yogyakarta. Sejumlah tokoh pun turut membantunya menjalankan tugas.

Pandoe menyebut, Mr. Assaat selama memimpin pemerintahan RI telah berjasa dalam menandatangani pendirian Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Mr. Assaat tidak mau dipanggil Paduka Yang Mulia, tapi kalau mau, panggil Bung Presiden saja," tulis Pandoe.

Catatan Departemen Penerangan memuat Daerah Istimewa Jogjakarta, pengembalian jabatan presiden RI ke tangan Soekarno terjadi pada 15 Agustus 1950. Peristiwa itu ditandai dengan pembacaan Piagam Pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan RI (NKRI) oleh Soekarno saaat rapat gabungan DPR, Pemerintahan RIS, dan Senat. Piagam itu diputuskan berdasarkan persetujuan anggota RIS, DPR, dan BP-KNIP.

Pada siang harinya, Soekarno yang tiba di Yogyakarta kembali menerima mandat yang sebelumnya diserahkan kepada Mr. Assaat. Saat itu juga mandat acting presiden resmi dikembalikan dari Assaat ke tangan Soekarno.

Mr. Assaat sempat diasingkan ke Bangka akibat kegiatannya selama masa pergerakan. Dia juga pernah menduduki jabatan penting, selain Ketua KNIP-BPKNIP dan acting Presiden RI, seperti anggota parlemen, serta Menteri Dalam Negeri di Kabinet Natsir.

Pada 16 Juni 1976, Mr. Assaat meninggal dunia di usia 72 tahun.