Diduga Korupsi dan Markup Keuangan, Bendahara RSUD Bangkinang Segera Dimejahijaukan

Ekspos-kasus-korupsi-rsud-bangkinang.jpg
(DEFRI CANDRA/RIAUONLINE.CO.ID)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sidang kasus dugaan korupsi dan markup keuangan rumah sakit yang menyeret Bendahara Badan Layanan Unit Daerah (BLUD) RSUD Bangkinang di Kampar, Riau, inisial AW, akan segera digelar.

Polda Riau telah menetapkan ASN tersebut sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi dan markup keuangan rumah sakit di RSUD Bangkinang periode 2017-2018. 

Selain itu, AW ternyata memiliki dua kendaraan mewah, New Pajero, Honda Jazz hingga 2 Sertifikasi Hak Milik (SHM) dan uang rekening Rp 853 juta di Bank BTN. 

Kasubdit III Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau, Kompol Faisal Ramzani, mengatakan saat ini berkas AW sudah dinyatakan lengkap dan akan segera dimejahijaukan. 

"Berkas perkara dugaan korupsi Bendahara RSUD Bangkinang inisial AW dinyatakan lengkap (P-21) sejak 4 April 2023, dan nanti siang akan dilakukan tahap II di Kejaksaan Tinggi Riau," ujar Kompol Faisal didampingi Plh Kabid Humas Polda Riau, AKBP Raden dan Kanit  Kompol Detis Mayer Silitonga, Senin, 10 April 2023.


Selain itu, AW sebagai Bendahara RSUD Bangkinang diduga melakukan markup secara sistematis selama dua tahun anggaran. Hal itu terungkap saat penyidik melakukan pemeriksaan secara intensif.

"Bendahara tidak tertib, tidak mencatat transaksi pengeluaran berikut bukti-bukti. Pencairan tidak dihitung sesuai prosedur yang ditentukan. Akibatnya terjadi kerugian keuangan negara nilainya mencapai Rp 6,997 miliar. Hampir tujuh miliar," terang Kompol Faisal.  

Bahkan dalam pemeriksaan ditemukan berbagai modus yang dilakukan pelaku. Salah satunya buat pertanggungjawaban fiktif Rp 5,4 miliar hingga laporan yang lebih tinggi Rp 1,5 miliar.

"Modusnya tersangka membuat pertanggungjawaban fiktif senilai Rp 5,4 miliar lebih. Dia juga membuat laporan pertanggungjawaban lebih tinggi dari pengeluaran semestinya Rp 1,5 miliar," kata Narto. 

Selain itu, tersangka juga melakukan lebih bayar kepada pihak ketiga Rp 1,5 miliar dari nilai seharusnya Rp 18,8 miliar. Sehingga kerugian negara dari perhitungan BPK RI sekitar Rp 6,9 miliar.

"Atas perbuatanya pelaku dijerat Pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 uu no. 31 tahun 1999 tentang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar," pungkasnya.