KAMMI Pekanbaru Soroti Layanan Perparkiran hingga Transparansi Retribusi Parkir

Petugas-gembos-ban-mobil.jpg
(LARAS OLIVIA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Layanan perparkiran masih menjadi satu persoalan penting di Kota Pekanbaru. Pasalnya, masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam membayar parkir ketika berhenti di tepi jalan.

 

Pengendara sepeda motor harus membayar uang sebesar Rp 2 ribu untuk satu kali parkir di tepi jalan. Padahal, sebelumnya cukup membayar Rp 1 ribu. Untuk pengendara roda empat merogoh kocek Rp 3 ribu tiap kali parkir.

 

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) daerah Pekanbaru menyoroti tarif parkir yang tak sejalan dengan layanan. Mereka menilai, masih banyak juru parkir atau jukir tidak memberikan karcis kepada pengendara.

 

"Padahal merujuk pada aturan yang berlaku, petugas parkir harus memberikan karcis parkir kepada pengendara sebagai bukti masuk di kawasan parkir," papar Ketua KAMMI Daerah Pekanbaru, Arif Nanda Kusuma, Kamis 23 Maret 2023.

 

Ia menyampaikan, polemik parkir ini semakin parah dikarenakan peraturan wali kota (perwako) tentang kenaikan tarif parkir bertentangan dengan Perda No 14 Tahun 2016 tentang restribusi parkir di tepi jalan umum.

 

"Hal yang membuat bertentangan yaitu pada Pasal 8 tentang struktur dan besaran tarif restribusi parkir sudah ditetapkan bedasarkan zona-zona dan besaran biaya parkir sudah diatur dengan jelas. Tetapi Perwako No 41 Tahun 2022 tentang perubahan atas Perwako No 148 Tahun 2020 tentang Tarif Layanan Parkir pada Pasal 11, dijelaskan bahwa kenaikan tarif parkir setiap sekali parkir yaitu sebesar Rp 1 ribu, kecuali kendaraan beroda enam tidak ada perubahan," jelasnya.

 

Ia menilai, secara hirarki Perda lebih tinggi daripada Perwako. Menurutnya, tidak ada wewenang Perwako untuk mengubah aturan yang terdapat pada Perda. Jika pemerintah Kota Pekanbaru ingin menerbitkan Perwako tersebut maka harus terlebih dahulu mengubah dari Perda No 14 Tahun 2016.

 


"Maka dengan ini Pemerintah Kota Pekanbaru sudah melanggar ketentuan hukum yang ada di Indonesia. Ditambah penerbitan Perwako terkait penaikan tarif parkir ini seakan terburu-buru yang mana kenaikan tarif parkir ini terjadi pada saat proses recovery ekonomi masyarakat Kota pekanbaru pasca pandemi Covid-19, sehingga membuat kebijakan ini cenderung tidak berpihak kepada masyarakat Pekanbaru," paparnya.

 

KAMMI Pekanbaru juga meninjau data PAD Kota Pekanbaru tahun 2018 untuk restribusi parkir, kala itu mencapai angka Rp 8,2 miliar. Sedangkan pada tahun 2022, PAD Kota Pekanbaru mencapai Rp 9,7 miliar.

 

"Hal ini tidak rasional karena sejak bulan Oktober tahun 2021 ada penambahan tempat pemungutan lahan parkir seperti pasar modern, dan pada tahun 2022 terjadi kenaikan harga parkir. Namun ternyata kenaikan tarif parkir tersebut tidak berdampak secara signifikan terhadap PAD Kota Pekanbaru.

 

"Semakin kalutnya permasalahan parkir ini diperparah dengan tidak transparannya pihak Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru terkait pengelolaan parkir dan tetap menjalankan Perwako sedangkan peraturan tersebut batal secara hukum," ucapnya.

 

 

 

 

 

Adanya sejumlah persoalan tersebut, KAMMI daerah Pekanbaru menuntut Pj Kota Pekanbaru untuk mencabut Perwako No 41 Tahun 2022 tentang perubahan atas Perwako No 148 Tahun 2020 tentang Tarif Layanan Parkir restribusi parkir karena bertentangan dengan Perda No 14 Tahun 2016.

 

"Kemudian mencabut jabatan Kadishub Kota Pekanabru karena telah menjalankan Perwako yang bertentangan dengan Perda No 14 Tahun 2016 dan tidak ada transparansi terkait pengelolaan parkir di Kota Pekanbaru," tutupnya.