BNPB Apresiasi Penanganan PMK di Riau

Deputi-BNPB.jpg
(Tika Ayu/RIAUONLINE.CO.ID)


LAPORAN: TIKA AYU

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan penanganan penyakit mulut dan kuku (PMK) di Provinsi Riau memiliki progres yang baik. Hal ini disampaikan BNPB saat Rapat Koordinasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK Provinsi Raiu dan Kabupaten/Kota, Jumat, 29 Juli 2022.

"Dilihat progresnya bagus, dari pertengahan 20 Juli sempat meningkat, tapi di Juli akhir sudah bagus," ungkap Deputi Penanganan Darurat BNPB, Mayjen TNI Fajar Setyawan, saat ditemui di pintu Gedung Serindit, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru.

Dengan kemajuan itu, Mayjen Fajar mengapresiasi koordinasi lembaga terkait dalam penanganan PMK, baik di tingkat provinsi hingga kabupaten atau kota.

Kendati begitu, Mayjen Fajar mengatakan, PMK tetap membutuhkan penanganan yang serius. Sebab jika merebak, dampak PMK akan kompleks terhadap beberapa sektor.

"Seperti sektor pariwisata, bakal ada travel warning dari negara luar sana untuk tidak ke Indonesia karena penularan PMT bisa melalui manusia dan barang-barang bawaan manusia, yang kedua dampaknya adalah sosial ekonomi," ungkapnya.



 

 

Menurut data Satgas Penanganan PMK, prevalensi hewan terinfeksi PMK di Riau paling tinggi terjadi pada sapi dengan nilai 0,22 persen.

"Ternak dengan prevelance rate tertinggi ada di sapi, dengan demikian prioritas utama vaksinasi perlu difokuskan untuk sapi," ungkap Mayjen Fajar.

Selain sapi, ternak kerbau, kambing, domba, dan babi juga berisko terinfeksi PMK. "Setelah sapi, domba punya prevalensi infeksi 0,01 persen,"

Prevelence rate kejadian infeksi PMK berdasarkan sebaran wilayah, menurut data Satgas Penanganan PMK menunjukan warna merah pekat di Kabupaten Indragiri Hilir.

"125, 13 persen prevelence ratenya, untuk kawasan yang masih berwarna terang diapit oleh daerah dengan warna merah gelap berarti berisiko juga terpapar infeksi PMK," ungkap Mayjen Fajar.