Laga Ayam di Riau, Pengamat Sosial: Tak Ada dalam Budaya Melayu

Grand-Tournamen-Laga-Ayam.jpg
(Istimewa)


LAPORAN: TIKA AYU

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Grand Tournament Laga Ayam yang ditaja Komunitas Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Riau berdasarkan aspirasi masyarakat akar rumput mendapat sorotan dari pengamat sosial.

Guru Besar Universitas Negeri Riau (UNRI), Ashaluddin Jalil, mengatakan bahwa laga ayam tidak terdapat dalam budaya Melayu.

"Pada masa lalu ada disebut lanun atau perompak. Ketika lanun itu mendapat banyak harta dari aksi, maka langsunglah pesta-pesta," ujarnya dalam wawancara via telepon, Senin, 18 Juli 2022.

Ashaluddin menjelaskan dalam pesta tersebut, perompak menyertakan kegiatan laga atau sabung ayam.

"Makanya sabung ayam itu selalu diiringi dengan berbagai judi. Jadi itu hanya kebiasaan kecil dari sebagian masyarakat yang mula-mulanya sekadar iseng," jelasnya.

Menurut kacamata ilmu sosial, kata Ashaluddin, laga ayam hanya kebiasaan yang tidak tertata, tanpa mengikuti norma dan terlepas begitu saja tak terikat dengan yang lainnya.

"Dan ketika itu dibuka secara terbuka pula, rasanya tidak pantas saja," ujarnya.

Kendati begitu, Ashaluddin tak menampik kebenaran bahwa laga ayam ada berasal dari kelompok masyarakat adat di Riau. Ia mengistilahkan kelompok adat tersebut dengan kelompok masyarakat terasing, karena terisolasi dengan masyarakat biasa.


"Memang ada masa lalu, dipakai suku Talang Mamak sabung ayam itu ada. Digunakan ketika terjadi kematian," terangnya.

Bagi Suku Talang Mamak, sabung ayam bermana rejeki. Suku Talang Mamak biasanya melakukan tradisi ini saat hendak melakukan pemakaman atau acara adat.

"Ketika ada kematian kemudian hendak menguburkan jenazah, mereka lakukan sabung ayam itu, bahkan ada sampai 3 hari," jelasnya.

 

 

Namun kini, menurutnya, masyarakat Suku Talang Mamak tidak lagi ramai melakukan tradisi tersebut.

"Kalau pun ada masa sekarang itu jauh di pedalaman sana. Tidak semua suku Talang Mamak hanya sekelompok," terangnya.

Dengan begitu, dia menggarisbawahi, bahwa tidak semua kegiatan dari suatu kelompok dapat dimasukan sebagai budaya. Menurutnya, suatu aktivitas dapat dikatakan sebagai budaya jika hanya dikaitkan dengan komunitas adat terpencil yang bersangkutan.

"Maksudnya masuk tatanan sosial itu dia nilai normatif untuk umat global yang ada dalam sekelompok masyarakat banyak," terangnya.

Mengingat aktivitas laga ayam yang diusung KNPI Riau ini ada di Riau, dikatakan Ashaluddin, negeri Melayu identik dengan Islam.

"Dalam Islam sendiri sabung ayam itu kan menyakiti dan melukai, ayam itu diadu-aduin, sampaikan ada yang mati," jelasnya.

Ashaluddin menyarankan agar terlebih dahulu berkonsultasi sebelum menggelar kegiatan laga ayam tersebut. Misalnya, kepada lembaga adat.

"Berdialoglah dengan mereka sebaiknya, bagaimana mereka memulai suatu itu saja," pungkasnya.