Laporan: Laras Olivia
RIAUONLINE, PEKANBARU - Dalam dua bulan terakhir, Wali Kota Pekanbaru gencar melakukan razia masker. Warga yang kedapatan tidak menggunakan masker ketika keluar rumah, dijatuhi sanksi yakni membayar denda Rp 250 ribu.
Bagi pelanggar yang tidak membayar denda, bisa memilih untuk bekerja menyapu jalan atau membersihkan fasilitas umum selama 3 sampai 4 jam.
Ini diatur dalam Perwako Nomor 130 Tahun 2020 tentang perilaku hidup baru masyarakat.
Tokoh Masyarakat Riau, Hj Azlaini Agus MH punya pandangan sendiri terkait hal ini. Dirinya memandang Wali Kota Pekanbaru tidak bersikap konsisten dalam penerapan sanksi.
"Sepintas kebijakan tersebut terkesan bagus, karena dapat memberikan efek jera bagi warga yang tidak disiplin menjalankan Protokol Covid-19. Tapi amat disayangkan bahwa wali kota tidak bersikap konsisten," ucap Azlaini yang telah mengabdi sebagai Dosen Fakultas Hukum UIR selama hampir 30 tahun.
Ia memandang bahwa pemko terkesan melakukan "pembiaran" terhadap warga yang melanggar protokol dan berkumpul di sekitar kawasan Bundaran Tugus Keris.
Dari pengamatannya, di tempat wisata kuliner malam dekat Jalan Diponegoro, banyak warga yang berkumpul tanpa mengindahkan protokol kesehatan.
"Setiap malam di tempat itu, berkumpul setidaknya 200 hingga 300 warga tanpa masker tanpa jaga jarak, dan itu dibiarkan. Saya beberapa kali mengamati langsung tempat tersebut," papar Anggota Dewan DPR-RI 2004-2009 yang pernah duduk di Komisi III.
Dirinya juga menilai Anggota Satpol PP yang berjaga di sana pun tidak melakukan penertiban.
Wakil Ketua Ombudsman RI (2011-2014) ini pun dibikin heran dan menganggap Pemko tidak tegas dalam pendisiplinan.
"Ada beberapa Anggota Satpol PP di situ, berdiri cengar cengir sambil memainkan gawai mereka, tapi sama sekali tidak menertibkan pengunjung. Jadi tak ada gunanya Wali Kota Pekanbaru melakukan razia terhadap sebagian warga, tetapi melakukan "pembiaran" bagi sebagian warga yang lain," cercanya.
Azlaini katakan bahwa Anggota Satpol PP yang bertugas di lokasi tersebut "diduga" menerima upeti atau pungli dari para pedagang makanan dan minuman di Bundaran Tugu Keris.
"Disinyalir Rp 90 Juta omzet pungli di lokasi tersebut setiap bulan, berati Rp 3 Juta per malam. Kita tak tahu apakah wali kota juga kejipratan uang pungli, atau hanya sampai Kepala dan Anggota Satpol PP saja. Wallahua'lam," tuturnya.
Sebagai warga Kota Pekanbaru, Azalaini menyayangkan sikap wali kota yang tidak konsisten. Ia katakan, boleh saja ada izin bagi warga untuk berjualan di lokasi, dengan alasan membantu roda perekonomian. Tapi harus tetap dengan pengawasan dan penertiban yang ketat.
"Siapapun yang melanggar protokol Covid-19 harus ditindak tegas, jatuhkan sansi, bayar denda atau kerja sosial, baik terhadap penjual maupun pengunjung. Sebagai warga, kita sangat menghargai Pak wali kota, tapi jangan bersikap tebang pilih," pungkasnya.