Pemerintah Bentuk Tim Adaptasikan Keberhasilan Sungai Tohor Atasi Karhutla

doni-monardo-di-meranti.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, SELAT PANJANG - Pemerintah RI bakal membentuk tim khusus melibatkan pemerintah daerah, kementerian pertanian, kementerian lingkungan hidup dan kehutanan serta Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk mengadaptasikan keberhasilan Sungai Tohor dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan.

Sungai Tohor merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Kepulauan Meranti. Pada 2014 silam, salah satu desa di Kecamatan Tebing Tinggi Timur itu mengalami kebakaran parah. Namun, lima tahun terakhir kebakaran berhasil diatasi berkat upaya restorasi gambut yang dilakukan BRG.

"Bagaimana sekarang kita sebarluaskan ke daerah lainnya. Nanti kita akan buat tim bersama Pempov, BRG, KLHK, dan kementerian pertanian agar paket ini bisa diperbanyak ke daerah lain," kata Kepala BNPB Letjen TNI Doni Munardo di Sungai Tohor, Jumat, 2 Agustus 2019.


Kepala BNPB Doni bersama Kepala BRG Nazir Foead serta Gubernur Riau Syamsuar mengunjungi Sungai Tohor usai menggelar rapat evaluasi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kota Pekanbaru hari ini.

Dalam kunjungannya tersebut, Doni serta rombongan menyaksikan keberadaan sekat kanal, yang diinisiasi presiden Joko Widodo November 2014 silam. Doni mengatakan keberadaan sekat kanal telah membantu mencegah Karhutla di Sungai Tohor.

Dia menjelaskan masyarakat telah merubah pola yang sebelumnya membakar lahan saat membuka lahan dengan cara mekanisasi pertanian yang baik. Keberadaan sekat kanal juga membantu lahan gambut Sungai Tohor tetap basah meski tiga bulan tidak diguyur hujan.

"Pemerintah pusat dengan BRG telah membangun sekat kanal. Air terjaga sepanjang waktu. Sudah tiga bulan tidak ada hujan tapi kelembaban tetap terjaga," ujarnya.

Hasilnya, masyarakat Sungai Tohor yang mayoritas petani sagu dengan rata-rata memiliki lahan seluas dua hektare mampu meningkatkan hasil pertanian dengan maksimal. Dia menggambarkan, setiap masyarakat yang memiliki satu hektare lahan mampu meraup penghasilan kotor hingga Rp50 juta setiap tahun dari hasil panen tual sagu.

"Kami kesini untuk menyaksikan perubahan. Perubahan yang terjadi dulu masyarakat sering membakar untuk lahan pertanian, sekarang tanpa bakar mereka dapat penghasilan jauh lebih baik," jelasnya. (adv)