Riau Merdeka dan Otsus Bakal Gagal di Riau. Ini Alasannya

Demo-Fornas-Otsus-Riau.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/HASBULLAH TANJUNG)

Laporan: RICO MARDIANTO

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pengamat separatisme Universitas Riau, Dr Erdianto Effendi menilai, tuntutan Otonomi Khusus (Otsus) Riau kembali mengemuka belakangan ini akan sulit diwujudkan karena Riau tidak mempunyai sejarah angkat senjata ketika menuntut merdeka dari Indonesia.

Tuntutan Otsus terkait dengan lobi-lobi politik. Sikap pemerintah pusat terhadap Riau, kata Erdianto, berbeda jika dibandingkan Aceh dan Papua.

Pasalnya, otsus disetujui di dua entitas suku ini karena bargaining perlawanan bersenjata dilakukan kelompok separatis di sana. Sedangkan tuntutan merdeka di Riau pada 1999 hanya melalui diplomasi dan tidak ditanggapi dengan represif oleh pemerintah pusat.

"(Tuntutan) Otsus Riau secara politik sah-sah saja, tapi cara-cara ditempuh harus konstitusional," katanya.

Kalau tuntutan Otsus hanya alasan ekonomi, lanjunya, semua daerah juga ada kontribusi kepada negara. Oleh karena itu, menurut Erdianto, daripada menuntut Otsus, lebih baik meningkatkan otonomi daerah pada bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam hal Dana Bagi Hasil (DBH), hukum adat, dan perwakilan desa.


Erdianto menilai sistem otonomi daerah yang berlaku sudah berkembang semakin baik dengan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah di Indonesia. Jika belum sesuai harapan, itu tergantung lobi-lobi politik.

"Lebih baik polanya meningkatkan kualitas otonomi sudah berjalan. Saya sarankan pendekatan politik," katanya, Sabtu, 8 Juni 2019.

Selain itu, kata Erdianto, peran wakil rakyat asal Riau di DPR dan DPD sangat menentukan posisi tawar provinsi berjuluk Lancang Kuning sebagai daerah penyumbang sumber daya alam terbesar kepada pusat.

"Yang terpenting kita punya wakil rakyat berkualitas dan kemampuan melobi. Daerah-daerah tidak kaya, tapi dapat alokasi besar karena kemampuan wakil rakyatnya melobi," katanya.

Menanggapi tuntutan Referendum Aceh muncul belakangan ini, penulis buku Penanggulangan Separatisme dengan Menggunakan Hukum Pidana ini mengatakan, peluang referendum sangat kecil.

Apalagi jika tuntutan referendum tersebut datang dari Riau. Bahkan secara empirik masyarakat Riau tidak peduli dengan wacana seperatisme pernah ada di Riau.

Menurutnya, isu referendum belakangan ini hanya dampak Pilpres 2019, dan pemerintah harus menyikapi ini dengan arif.

Erdianto bilang, identitas kemelayuan di Riau berbeda dengan Malaysia. "Saya kira orang Melayu (Riau) sangat Indonesia. Sultan Siak orang kedua mengakui kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi, sesudah Sultan Hamengku Buwono IX," katanya.

Sejak munculnya tuntutan Riau Merdeka, kata Erdianto, pemerintah pusat jadi lebih memperhatikan Riau. Masyarakat juga merasakan perubahan lebih baik dengan sistem otonomi daerah yang sudah berjalan sejak 1999. Begitu juga pada pemerintahan saat ini, perhatian Jokowi terhadap Riau sangat serius, hal itu terbukti dengan seringnya Jokowi berkunjung ke Riau.