Balai Karantina Pekanbaru Sita 172 Taring Beruang Madu

balai-karantina.jpg
(Ist)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru menyita 172 taring beruang madu yang diduga telah mengorbankan sedikitnya 43 satwa bernama latin Helarctos malayanus, hanya untuk diambil giginya.

Kepala Balai Karantina Kelas I Pekanbaru, Rina Delfi dalam keterangannya kepada Kumparan di Pekanbaru, Rabu mengatakan 172 taring satwa dilindungi tersebut awalnya ditemukan oleh Petugas Aviation Security Terminal Kargo Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru pada Januari 2019 lalu.

Seluruh taring yang tidak jelas manfaatnya di pasar gelap tersebut terdeteksi petugas Avsec saat pemeriksaan alat deteksi X Ray. Taring itu tersimpamg rapi dalam sebuah paket. Untuk mengelabui petugas, paket itu bertuliskan berisi makanan.

"Diketahui isi paket tersebut adalah gigi hewan yang dikirim tanpa dokumen karantina, selanjutnya petugas AVSEC menyerahkan paket tersebut kepada petugas Karantina Pertanian Pekanbaru," kata Rina.

Paket berisikan gigi hewan yang dikemas dalam kardus berukuran 26x20x14 cm dikirim dari Pekanbaru tujuan Jakarta Barat melalui jasa ekspedisi. Paket berisikan 172 gigi taring hewan yang masing-masing dikemas dalam plastik kecil berisikan 4 buah gigi.

Petugas Karantina Pekanbaru melakukan indentifikasi awal morfologi dan mencurigai bahwa gigi taring tersebut adalah gigi taring beruang madu. Namun, harus dilakukan uji lebih jauh untuk memastikan jenis gigi satwa tersebut.

Karantina selanjutnya melakukan uji lebih lanjut ke Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor. Berdasarkan Surat Hasil Pengujian dari LIPI No.B-1540/2019 menyimpulkan bahwa sampel gigi yang dikirim memiliki kesamaan morfologi dengan spesimen acuan. "Yaitu gigi taring beruang madu," tuturnya.


Dia merincikan struktur anatomi bagian dalam gigi sampel sesuai dengan struktur anatomi gigi pada umumnya yaitu terdapat dentin dan celah pulpa.

Selanjutnya delapan sampel gigi memendarkan warna kahijauan saat disinari oleh sinar UV sehingga dipastikan mengandung fosfor seperti pada umumnya serta struktur mikroanatomi yang tampak saat diamati menggunakan scanning electron microscope dimana terdapat pertemuan antara akar gigi dengan email.

Pengiriman gigi taring beruang madu tanpa sertifikat kesehatan dari karantina ini melanggar Undang-Undang RI No.16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan serta PP No.82/2000 tentang Karantina Hewan.

Dalam pasal 6 UU tersebut menjelaskan bahwa setiap media pembawa hama penyakit hewan karantina (HPHK) yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib dilengkapi sertifikat kesehatan dari daerah asal bagi hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan.

Melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan serta dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran untuk dilakukan tindak karantina.

Pengiriman gigi ini juga tanpa dilengkapi dokumen Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri (SATS-DN) dari BBKSDA Riau.
Potensi Konflik Manusia Satwa Tinggi

Kepala Bidang Teknis BKSDA Riau, Mahfudz menjelaskan potensi konflik manusia dan satwa dilindungi, seperti beruang cukup besar di Riau. Tidak hanya beruang, sejumlah satwa lainnya seperti harimau, gajah dan harimau juga kerap terjadi.

Namun, dia memastikan bahwa seluruh barang bukti taring itu bukanlah bagian dari konflik yang terjadi melainkan jelas aksi pembantaian massal. Meskipun dia tidak dapat memastikan aksi keji tersebut menyusul beruang merupakan satwa endemik yang banyak ditemukan dan merata di Riau.

"Bgitu sadisnya makhluk hidup yang sebetulnya menjaga keseimbangan, tetapi kita sebagai manusia ada yang merasa, ada yang lebih kuat," katanya.

Dia meminta agar pengungkapan ini dapat menjadi pintu masuk agar pengawasan satwa dapat dilakukan sebaik mungkin sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali.

"Kita lebih berupaya kembali selamatkan makhluk lain khususnya hewan dilindungi terancam punah," tuturnya. (**)