Inilah Sakti, Bule Cantik Ahli Bahasa Harimau yang Diterjunkan Lacak Bonita

Sakti-ahli-bahasa-satwa.jpg
(Liputan.6.com//doc BKSDA)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sakti, begitu wanita muda berusia 22 tahun itu akrab disapa. Paras cantik dengan rambut pirang dan hidung mancung jelas membuat sosok lemah lembut asal Kanada itu menjadi sorotan masyarakat Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

Sakti merupakan seorang ahli bahasa satwa atau animal communicator. Ia menawarkan diri untuk membantu tim pencari dan penyelamat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di areal PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP), Kecamatan Pelangiran, Inhil, sejak awal April 2018 lalu.

Di lokasi itu, seekor harimau sumatera yang diberi nama Bonita telah menewaskan dua manusia selama tiga bulan terakhir. Sementara proses pencarian dan penyelamatan satwa dilindungi yang turut melibatkan TNI, Polri, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau hingga masyarakat belum membuahkan hasil.

Sebenarnya, medio Maret 2018 lalu, tim gabungan berhasil menembak bius Bonita. Namun, upaya itu belum membuahkan hasil. Belakangan, si harimau betina berusia empat tahun itu justru mulai menghilang dan keluar dari areal perkebunan sawit PT THIP asal Malaysia itu.

Bonita diperkirakan masuk ke kawasan hutan atau green belt, perbatasan antara perkebunan sawit. Hingga kini, atau lebih dari dua pekan lamanya, Bonita diperkirakan masih bersembunyi di kawasan itu.

Baca Juga BBKSDA Kirim Bule Cantik Asal Kanada untuk Lacak Bonita

Proses pencarian Bonita yang terus disorot media nasional ternyata menarik perhatian Sakti. Dengan berbekal ilmu yang dikuasainya, dia akhirnya bergabung dengan tim.

Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Riau, Mulyo Hutomo kepada RIAUONLINE.CO.ID, Senin, 9 April 2018 mengatakan Sakti sudah cukup familiar dengan satwa-satwa di Indonesia. Dia sebelumnya aktif bergabung dengan yayasan peduli satwa lokal.


 

Secara umum, Mulyo mengatakan keberadaan Sakti akan membantu tim melacak posisi Bonita atau harimau lainnya yang meneror warga serta karyawan perusahaan. Upaya itu dilakukan dengan mendengar suara auman harimau. Dari jarak tertentu, kata Mulyo, Sakti dapat membaca posisi harimau tersebut.

"Jadi seperti di National Geographic, Sakti akan melacak harimau melalui gelombang frekuensi tertentu, lalu dia akan berupaya menerjemahkan posisinya, seperti menggunakan gelombang. Ini ilmiah, bukan sihir," ujarnya.

Sebagai gambaran, dia mengatakan jika berbicara dengan Sakti, maka harus sedikit lebih dekat. Itu dikarenakan Sakti berbicara sangat pelan.

Menurut Mulyo, di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika, mempelajari frekuensi satwa bukan merupakan hal baru. Itu sudah sering dilakukan. Sebagai ilustrasi, dia mengatakan berbicara dengan ponsel maka ada frekuensi ponsel, begitu juga pesawat dan bandara ada sinyal penghubung tertentu.

Klik Juga Buruh Ini Lolos Dari Kejaran Harimau Usai Ceburkan Diri ke Kanal. Bonitakah?

"Ini yang dilakukan Sakti. Dia belajar khusus frekuensi satwa untuk diterjemahkan. Disebut animal communicator. Jadi bukan hal baru," ujarnya.

Bahkan, dia mengatakan terdapat sejumlah pegawasi BBKSDA Riau yang sekarang dikirim ke beberapa negara di Eropa untuk mempelajari hal tersebut.

Sayangnya, saat artikel ini ditulis, Sakti tidak bersedia memberikan keterangan. Dia mengatakan masih harus fokus dalam melakukan pencarian Bonita. Meski tidak berjanji, dia mengatakan jika Bonita berhasil ditangkap dan diselamatkan, dirinya akan membuka kesempatan diskusi bersama rekan jurnalis.

Sementara itu, selain mengirim ahli bahasa satwa, Mulyo juga mengatakan tim pencari dan penyelamat Bonita turut menambah personel penembak bius.

Saat ini tim gabungan terdiri dari TNI, Polri, dan pemerintah setempat masih terus berusaha melacak, dan menyelamatkan kucing belang tersebut.

Bonita menjadi perbincangan hangat dalam beberapa waktu terakhir setelah menewaskan dua korban. Jumiati, menjadi korban pertama yang meninggal pada awal Januari 2018.

Perempuan berusia 33 tahun tersebut diserang Bonita saat bekerja di KCB 76 Blok 10 Afdeling IV Eboni State, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir.

Terakhir, Yusri Efendi (34) meregang nyawa di desa yang sama, namun berjarak sekitar 15 kilometer dari lokasi tewasnya Jumiati. (**)

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id