Harimau Sumatera tampak berkeliaran di pemukiman warga di Kanal 25 Simpang Kanan Desa Tanjung Simpang Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir, Selasa, 23 Mei 2017
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Kasus tewasnya seorang wanita pekerja di PT TH Indo Plantation (THIP) akibat terkaman harimau mendapat sorotan dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari). Kali ini, mereka menyoroti analisis dampak lingkungan (amdal) dari perusahaan yang berakibat kepada tewasnya satu pekerja harian mereka.
Buruh Harian Lepas (BHL) dari korporasi sawit ini meninggal secara menggenaskan akibat dari serangan dari hewan buas, harimau sumatera (phantera tigris sumatrae) pada 3 Januari 2018 silam.
Korban yang bernama Jumiati beserta dua rekannya yang masih terselamatkan, Yusmawati dan Fitriyanti diserang saat melakuk pendataan sawit berhama Ganoderma di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir.
"Seharusnya kasus penyerangan itu tidak terjadi jika PT THIP menyusun amdal dengan benar. Terutama menyangkut perlindungan habitat harimau di wilayah mereka," kata Kordinator JIKALAHARI, Woro Supartinah, melalui siaran persnya, Sabtu, 6 Januari 2018.
Selain itu, Jikalahari juga menilai keberadaan dari korporasi korporasi tersebut telah melanggar fungsi Hutan Produksi Tetap berdasarkan SK 903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016 karena telah meyerobot lahan milik negara.
"Mereka telah bekerja secara ilegal. Karena 2.101 hektare dari 79.664 hektare areal konsesi mereka berada dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi Tetap berdasarkan,"tandasnya.
Untuk itu, Gakkum dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menurut mereka harus segera menetapkan PT THIP sebagai tersangka karena tindak pidana kehutanan yang telah mereka lakukan.
Sementara itu pada kesempatan yang berbeda, Social Security and Legal dari PT TH Indo Plantation, Dani Murdoko mengatakan bahwa telah bekerja sesuai seperti apa yang ditetapkap oleh negara. Bahkan sejak korporasi berdiri selama 20 tahun lamanya, kejadian yang mengakibatkan tewasnya buruh mereka baru kali ini terjadi.
"Kami telah bekerja sebagaimana arahan dari pemerintah. Bahkan sudah 20 tahun berdiri, kejadian seperti ini baru pertama terjadi. Kami sangat menyesalkan kejadian yang menimpa pekerja kami," ucapnya.
Sementara untuk pekerja yang ditimpa musibah, mereka telah memberikan kompensansi diluar dari hak dan kewajiban perusahaan. Begitu juga kepada dua rekan korban yang kini tengah diberikan pendampingan melalui penyuluhan konseling.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau juga telah bekerja maksimal dalam menagani kasus penerkaman ini. Bahkan mereka telah memasukkan temuan ini dalam agenda mereka.
"Sejak kemunculan harimau dalam satu tahun terakhir, kami telah membuat serangkaian agenda termasuk melibatkan korporasi. Bahkan sebelum kejadian terjadi, kami dan korporasi berencana akan mengevakuasi keberadaan harimau," tutup Pelaksana tugas (Plt) BBKSDA Riau, Suharyono. (1)
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id