Bendera Siak Ikut Kirab dengan Sang Saka Merah Putih di Istana Negara

Istana-Kerajaan-Siak-Sriindrapura.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/FAKHRURRODZI)

Laporan EFFENDI

RIAU ONLINE, SIAK - Dari Sekian Banyak Bendera Kerajaan di Indonesia, bendera Kerajaan Siak menjadi istimewa di peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia di Istana Negara. Sebab, bendera Kerajaan Siak akan dikirab (dibawa secara beriringan) bersama bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih dalam prosesi pemindahan/pengawalan duplikat bendera pusaka dan teks Proklamasi dari tugu Monas menuju Istana Negara.

Hal tersebut di katakan oleh Bupati Siak Drs Syamsuar, Msi saat ramah tamah bersama LVRI di Gedung Tengku Mahratu Siak kemarin. Bupati mengatakan, proses ini dilakukan dua kali, yakni saat pergi dan pulang.

Kirab bersama bendera Kerajaan Siak ini untuk kedua kalinya, tahun sebelumnya 2016 juga ada prosesi yang sama, menyusul adanya surat dari Pangdam I Bukit Barisan.

"Nantinya, tidak hanya Kerajaan Siak, sejumlah kerajaan lainnya yang ada di Indonesia juga ikut mengawal Sang Saka Merah Putih," kata Bupati Siak.

Bupati Siak, Drs H Syamsuar MSi, mengatakan, dikirabnya bendera Kerajaan Siak untuk kedua kalinya ini sebagai tanda bahwa perjuangan Sultan Syarif Kasim II melawan penjajah. Tak hanya itu, hal ini juga sebuah penghargaan pemerintah terhadap Sultan yang dengan suka rela menyerahan kedaulatan Kerajaan Siak setelah Indonesia merdeka.


"Hal ini patut kita banggakan sebagai bentuk rasa nasionalisme Kerajaan Siak dan patriotismenya Sultan Siak. Sekarang tinggal kita bagaimana memaknai perjuangan Sultan Siak untuk negeri ini dengan melakukan hal-hal yang terbaik untuk bangsa dan negara ini,'' ungkap Syamsuar.

Sebagai mana diketahui, ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan Republik Indonesia, Kesultanan Siak Sri Indrapura langsung mengakui lahirnya sebuah negara baru. Sultan Syarif Kasim II (1893-1968) secara ikhlas menyerahkan seluruh wilayah kedaulatannya. Kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura mencakup Pesisir Timur Sumatra, Semenanjung Malaka, dan di daratan hingga ke Deli Serdang, Sumatra Utara.

Selain hak penguasaan tanah, semua harta kekayaan dan properti yang dimilikinya diberikan untuk perjuangan kemerdekaan RI. Termasuk kompleks Istana Asherayah Al-Hasyimiyah juga dihibahkan sebagai bentuk dukungan atas kemerdekaan indonesia.

Tidak hanya itu, uang kas Kesultanan sebesar 13 juta gulden juga diberikan kepada dua proklamator Indonesia. Dengan penghitungan kurs pada 2011, uang 13 juta gulden itu setara dengan 69 juta euro atau sekitar Rp 1,074 triliun. Adapun, salah satu bukti warisan tanah yang diberikan kepada negara adalah lahan yang masuk area Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II di Kota Pekanbaru yang menjadi ibukota dari Provinsi Riau.

Seluruh kekayaannya dan 12 daerah tahta kesultanan diserahkan demi RI untuk membela kemerdekaan. Sehingga Sultan Siak meninggal dalam keadaan miskin di rumah peraduan. Rumah peraduan bentuknya sangat sederhana dan berada di sisi barat kompleks istana.

Sultan yang meninggal di Kota Pekanbaru pada 23 April 1968 ini rela mendedikasikan secara total hidupnya untuk membantu pejuang lantaran berdirinya RI adalah sebuah keniscayaan. Setelah ratusan tahun dijajah bangsa Eropa, berdirinya sebuah negara baru lewat proses kemerdekaan merupakan sebuah pilihan paling baik.

Sultan yang menempuh pendidikan di Eropa ini menyerahkan kedaulatan yang dipegangnya kepada Soekarno-Hatta. Ketika itu beliau ditemani oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan yang merupakan Gubernur Sumatra pertama. Mahkota Kerajaan Siak diserahkan kepada Soekarno di Istana Negara pada tahun 1945. Dengan berpakaian kesultanan lengkap, penyerahan mahkota tersebut sebagai simbol bergabungnya seluruh wilayah Kesultanan Siak dengan RI.

Saat ini mahkota tersebut telah tersimpan di Museum Nasional. Atas totalitas bantuannya, beliau diangkat sebagai penasihat oleh Presiden Soekarno. Pertimbangan lainnya juga karena Sultan orang yang cerdas dan berwawasan luas.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline