Laporan: Effendi
RIAU ONLINE, SIAK - Keberadaan limbah cair sisa produksi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kabupaten Siak, berpotensi merusak lingkungan sekitar areal perusahaan apabila tidak tertangani dengan baik. Namun sebaliknya, jika sisa limbah tersebut dapat tingkatkan nilai gunanya menjadi bioenergi, dapat mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit dan berpotensi menjadi sumber pendapatan baru bagi daerah.
Demikian dikatakan Wakil Bupati Alfedri saat memimpin pertemuan dengan calon investor dari Taiwan dan Malaysia, di ruang rapat Pucuk Rebung, Selasa, 25 April 2017.
"Saat ini, di Kabupaten Siak terdapat 23 PKS yang tersebar di 14 kecamatan, 15 di antaranya berpotensi menghasilkan limbah yang dapat diolah menjadi biodiesel,” sebut Alfedri.
Baca Juga: Kreatif, di Desa Rohil Ini Limbah Sawit Disulap Jadi Barang Bernilai Rupiah
Untuk itu, sebut dia, Pemkab mendukung perusahaan daerah dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk memaksimalkan peluang bisnis ini, diantaranya melalui persiapan areal kawasan industri tanjung buton (KITB) sebagai persiapan lahan pembangunan pabrik.
“Untuk urusan powerplan, Pemkab akan berkerjasama dengan Bumi Siak Pusako (BSP) untuk menjamin ketersediaan pasokan gas bagi pabrik yang beroperasi di KITB nantinya,” jelasnya.
PT Bosowa Indonesia sebagai mitra kerja Pemkab Siak dalam mengembangkan KITB, mempertemukan Pemkab dan calon investor dua negara itu, dengan harapan potensi limbah B3 di Kabupaten Siak dapat tergarap dengan baik sebagaimana di negara tetangga.
Klik Juga: 14 Ribu Hektar Perkebunan Sawit di Siak Akan Jalani Peremajaan 4 Tahun Kedepan
“Saat ini calon investor juga sudah membangun pabrik yang sama di kawasan Sinai Johor Malaysia. Mereka mengambangkan limbah sawit menjadi biodiesel, pupuk dan sabun,” sebut Salman, perwakilan manajemen Bosowa Group untuk KITB.
Untuk itu Salman berharap, jaminan pasokan bahan baku dari 15 PKS yang ada di kabupaten siak menjadi daya tarik bagi calon investor untuk berinvestasi. “Kalaupun tidak, pasokan tetap bisa kita ambil dari Pelalawan dan Kampar,” ujar Salman.
Sementara itu Chang Chihyue calon investor asal Taiwan mengatakan, untuk mendirikan pabrik pengolahan limbah sawit dibutuhkan 4.000 ton limbah B3 per tahun. Bahkan jika pasokan bahan baku terpenuhi, pihaknya dapat mengembangkan sektor usaha lain seperti pemanfaatan cangkang sawit.
Lihat Juga: Sawit Gerus Kelestarian Hutan Riau
“Lahan yang dibutuhkan untuk pendirian pabrik berkisar antara 8 - 10 Hektar. Untuk proses pembangunan infrastruktur pabrik hanya butuh waktu 10 bulan saja,” sebut Chang.
Namun sebagai calon investor, kondisi akses jalan menuju ke pelabuhan TJ Buton yang memprihatinkan tak luput dari perhatiannya.
Kekhawatiran Chang langsung dijawab Wabup Alfedri. Menurut dia, akses jalan menuju KITB sejauh 163 Km tersebut merupakan aset milik nasional, dan sudah diusulkan perbaikannya untuk pengerjaan tahun anggaran 2018.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline