RIAU ONLINE - Pada 15 November 1964, Direktur Pengadaan Senjata Angkatan Darat Brigjen Hartono mengatakan sekitar 200 ilmuan tengah bekerja memproduksi bom atom dan akan melakukan uji coba bom atom pada 1969.
Kemudian Presiden Sukarno, pada 24 Juli 1965 mengatakan Sudah kehendak Tuhan, Indonesia akan segera memproduksi bom atomnya sendiri, sebagaimana dikutip Robert M. Cornejo dalam "When Sukarno Sought the Bomb: Indonesian Nuclear Aspirations in Mid-1960s," The Nonprofeliferation Review Vol 7 tahun 2000, dilansir dari Historia.id. Menurut Sukarno, bom atom ditujukan untuk menjaga kedaulatan dan menjaga tanah air.
Kabar itu sontak membuat publik internasional terhenyak dan memicu kekhawatiran yang berujung protes dari negara-negara Barat.
Menteri Pertahanan Australia, Shane Paltridge mengingatkan bahwa pernyataan Hartono tidak boleh disepelekan. Sementara, Wakil PM Malaysia, Tun Abdul Razak, yang merasa sangat terancam memerintahkan penyelidikan serius terhadap upaya Indonesia tersebut. Dan Amerika Serikat, mulai gerah dengan ulah Indonesia itu, dan para diplomat AS di Jakarta pun mulai melakukan penyelidikan.
Hasil penyelidikan AS menyebutkan bahwa kemampuan nuklir Indonesia belum mencukupi untuk memproduksi bom. Sebab itu, tulis Matthew Fuhrmann dalam Atomic Assistance: How ‘Atom for Peace’ Programs Cause Nuclear Insecurity, "meski ada keinginan tersebut, AS tetap melanjutkan bantuannya kepada program nuklir Indonesia." Terbukti, September 1965, AS dan Indonesia kembali menandatangani perjanjan kerjasama nuklirnya.
Sebuah revisi atas perjanjian tahun 1960, menyebutkan Indonesia harus mengizinkan reaktor nuklirnya diinspeksi IAEA, dimasukkan dalam perjanjian baru itu. Hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan Indonesia yang dikhawatirkan tak mengembalikan uranium suplai dari AS dan menggunakannya untuk membuat bom.
Namun, prahara 1965 mengubah semuanya. Kekuasaan Sukarno terus melemah hingga akhirnya jatuh. Sementara, Pemerintahan berikutnya yang dipegang Soeharto sama sekali tak tertarik mengembangkan bom nuklir.
Akhirnya, perjanjian nuklir dengan AS yang dimiliki Indonesia sepenuhnya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, pertanian, dan pembangunan perekonomian.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline