Susur Alam, Menikmati Keindahan Pesona Sungai Gulamo Kampar

Wisata-Alam-Sungai-Gulamo-Kampar.jpg
(Tika Ayu/RIAUONLINE.CO.ID)


LAPORAN: TIKA AYU

RIAU ONLINE, PEKANBARU - 26 derajat celcius udara pagi hari yang terasa asing di Pekanbaru. Prakiraan cuaca menunjukkan mendung. Pada Minggu, 6 Februari 2022, sekitar pukul 09.40 WIB, perjalanan menuju wisata Sungai Gulamo pun dimulai.

Sebetulnya waktu keberangkatan ini molor dari awal perencanaannya. Tapi siapa bisa dinyana? Langit Kota Pekanbaru menumpahruahkan air hujan beserta angin kencang.

Wisata Sungai Gulamo merupakan salah satu kawasan wisata alam unggulan di Kabupaten Kampar, dari 1.128.928 Ha luas Kabupaten Kampar menurut Kominfosandi.kamparkab.co.id. Wisata Sungai Gulam berada di wilayah Desa Tanjung Alai, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Riau.

Singkatnya, Kampar berbatasan langsung dengan Kota Pekanbaru untuk bagian wilayah utara. Sehingga, waktu tempuh yang dibutuhkan hanya selama dua setengah jam hingga tiga jam saja dengan berkendaraan bermotor.

Sepeda motor pun dipilih untuk meringkas waktu perjalanan. Dua jam perjalanan terasa cukup jauh untuk pertama kalinya. Namun, terbayarkan dengan hamparan pemandangan di sepanjang perjalanan.

Takjub, demikian kesan pertama saat melihat indahnya pemandangan negeri Riau. Tanaman di sepanjang bibir tebing, pepohonan besar dan tikungan tajam, serta para penambang batu terlihat di sepanjang perjalanan.

Tak ada hambatan sepanjang perjalanan. Akhirnya, tibalah di dermaga yang menjadi titil awal menuju wisata Sungai Gulami. Terlihat beberapa pendopo yang terbuat dari kombinasi kayu dan atap-atap jerami tempat para pemilik perahu bersantai, ada juga jejeran pelampung disusun rapi yang sengaja dipersiapkan untuk para pengunjung.

Sebelum berangkat, pengunjung diharuskan memakai pelampung sebagai safety guard selama berada di atas perahu.

Langkah kaki berduyun-duyun, semakin dekat dengan pinggir dermaga dan terlihat jelas 2 perahu berukuran 10x 2 m terkait di ujung jembatan. Kecepatan kaki semakin ringkas, semakin tak sabar untuk segera memadati kursi yang tersedia di atas perahu.

Perahu yang saat itu berwarna hijau dan kombinasi lis berwarna putih itu merupakan transportasi satu-satunya menuju Sungai Gulamo. Untuk dapat menaikinya, pengunjung mesti menyewa terlebih dahulu tujuannya supaya selama perjalanan trip jadi lebih mudah.

Satu perahu bisa digunakan untuk 15 orang dengan biaya sewa Rp500 ribu sampai Rp600 ribu. Biaya administratif sebanyak itu kiranya wajar, mengingat alur perjalanan yang ditempuh panjang sekaligus untuk membantu perekonomian kreatif masyarakat lokal.

Perahu dipandu oleh dua pemuda desa setempat. Keduanya saling berbagi tugas untuk mengarahkan kapal dengan dayung dan mengengkol lokomotor baling-baling supaya kapal berjalan.

Pasca mesin dihidupkan, perahu mulai menuju ke tengah sungai. Tentu saja saat sudah di atas kapal, seluruh pemandangan menjadi rata dengan air dari aliran sungai yang sangat luas dan tenang yang diselimuti cuaca dingin.

Gerimis yang kembali rintik tak menghentikan laju kapal. Perjalanan di atas perahu tak berisik, pelancong terdiam seperti khusyuk mengamati yang ada.

Saat mengarahkan pandangan ke pinggir sungai, terlihat pepohonan tinggi, rumput liar dan tanaman pakis besar. Di sungai juga banyak tunggul yang timbul bekas pepohonan. Menurut pemandu perahu, Ade, dahulu sebelum menjadi sungai, kawasan tersebut adalah hutan.

"Itu pohon-pohon yang mati itu sisa pohon-pohon hutan di kawasan ini," ungkapnya.

Lantas sejauh mana kedalaman sungai ini? Mengingat pucuk pohonnya saja masih tampak di permukaan.



Derap langkah terdengar melaju ke depan. Ade dengan perawakan tinggi kurus tersebut tampak sibuk maju ke depan, mengambil dayung lalu mengarahkan kapal. Lantas, tibalah di air terjun pertama, Air Terjun Palimbek.

Air Terjun Palimbek, punya pinggiran air yang tidak dalam dengan kisaran sekitar 10 sentimeter saja atau sama dengan tinggi mata kaki orang dewasa. Menurut Ade, air di sini biasanya jernih dan dasarnya bisa terlihat, namun karena hujan air jadi tampak keruh.

"Ini karena hujan, jadi air yang di atas keruh sampai dia jatuh ke bawah ini," ujarnya.

Pada pos Air Terjun Palimbek, terdapat batu-batu besar di setiap pinggirannya, beserta pasir kuning yang bisa memadati sepatu yang dikenakan. Perjalanan kemudian dilanjutkan setelah berswafoto. Tujuan selanjutnya, Air Terjun Gulamo.

Pemandu sengaja mengurangi kecepatan perahu, katanya, supaya pelancong dapat mengamati lumat-lumat segala yang terhampar di sana, termasuk sebuah plang besar berwarna merah yang tertulis “Selamat Datang di Wisata Air Terjun Gulamo”.

Terlihat juga dua aliran jalan terbelah dengan tebing yang kokoh, ke kiri menuju Cilakio dan ke Air Terjun Gulamo di sebelah kanan, dan kemudi pun diputar menganan.

Kecepatan kapal terus dikurangi. Tidak terlalu kencang sebab ada beberapa kapal lain hilir mudik mengantarkan pengunjung. Para penumpang di kapal sudah tak sabar.

Saat mata tertuju ke dekat tebing-tebing, terlihat hijau kecokelatan nan lembab, lumut-lumut membungkus kulit tebing, menjuntai pula akar-akar serabut pepohonan yang basah oleh mata air. Di saat bersamaan memantulkan suara gemericik menunjukan bahwa Air Terjun Gulamo sudah dekat.

Setelah sekitar 30 menit dari pos Air Terjun Palimbek, sampailah di Air Terjun Gulamo. Airnya jatuh menghantam ke bawah, bercampur dengar air sungai.

Di dekat Air Terjun Gulamo, pengunjung dapat menempati beberapa pondok-pondok yang bediri kokoh dekat jurang batu. Posisi pondok-pondok ini sangat strategis. Posisinya tepat menghadap langsung ke pemandangan Air Terjun Gulamo.

Setelah melewatkan pos Air Terjun Gulamo di akhir saja. Perahu melaju dengan lambat diikuti gemericik dan gelombang air saling menggulung.

Kini perahu memasuki semacam lorong. Tidak tertutup layaknya gua, namun dinding tebingnya sangat tinggi. Jika melihat ke arah langit, akan muncul perasaan luar biasa. Daun-daun di atas tebing seperti bersalaman satu sama lain, meneduhi pendatang secara tidak langsung dari paparan matahari. Inilah yang disebut Green Canyon ala Kabupaten Kampar, Riau.

Pengunjung seakan tersihir dengan keelokan pemandangan yang terbentang. Tidak perlu usaha jauh untuk merasakan dimensi hutan Amazon di Amerika Serikat, sebab kabupaten dengan julukan negeri serambi mekah-nya Riau, Kampar, sudah punya satu yaitu Green Canyon.

Suasana yang kental dengan pemandangan hutan hujan tropis sangat sayang bila dilewatkan tanpa mengabadikannya di swafoto tercetak.

Perjalanan pun kembali dilanjutkan setelah 20 menit berhenti. Ade mengatakan, perahu tengah melaju ke tempat biasanya orang menghabiskan tenaga melawan arus di aliran sungai atas. Namun ketika itu, arus makin deras yang membuat rasa penasaran memuncak.

Terlihat di antara dua tebing dengan ketinggian hampir 13 meter, dan diameter batu sangat lebar. Lokasi ini dinamai Batu Petak. Pada bagian sisi depannya sengaja dipasang sebuah tangga besi nan curam, bukan main curamnya. Tangga besi dengan warna merah menyala ini jadi akses penghubung pengunjung menaiki sisi atas tebing agar pengunjung dapat menikmati pemandangan aliran sungai dari ketinggian dengan pengalaman luar biasa berbeda.

Terdengar deru air sungai makin jelas dari atas, buat yang berbicara mesti dua kali lipat mengeluarkan suara seperti berteriak. Sebab Batu Petak ini termasuk ikonnya Wisata Gulamo, rombongan pengunjung menaiki tebing tersebut, ingin mengabadikan kebersamaan. Tapi karena air lumayan deras, beberapa di antaranya kesulitan untuk mencapai ke tangga tebing.

Di sana, waktu seakan jadi hal yang mistis, tak terlihat dan gaib. Senang, dan main sana-sini, waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Waktu yang panjang habis tergadaikan dengan pesona alam indah, mata terperanjat, diam-diam perut keroncongan. Paling cocok menyantap yang hangat-hangat. Syukurnya di wisata air ini ada kedai kecil, berjualan beraneka makanan siap saji.

Setelah itu, seluruh rombongan kembali berkumpul, mentadaburi alam dan pesonanya. Salah satu pengunjung bernama Annisa, mencoba mengulik kembali benang ingatannya. Menurutnya, sebagai warga yang tinggal di Kota Pekanbaru, wisata-wisata rekreasi yang ada di sana semuanya buatan, jadi masih berkesan kurang alami. Lanjutnya, liburan di alam seperti yang ada di Sungai Gulamo ini sangat disarankan.

"Ini pengalaman yang masyaAllah sangat luar biasa. Tempat liburan ini sangat rekomended terlebih untuk masyarakat sekitar Pekanbaru," imbuhnya

Bagi Annisa atau yang akrab disapa Reye tersebut, menyampaikan tujuan liburannya itu guna melepas penat dari segala kejenuhan dan aktivitas yang padat selama di kota. Jadi rasanya memang sangat cocok jika dipadankan dengan liburan di alam, katanya.

"Aktivitas Pekanbaru banyak, jadi penat, jadi solusinya tempat yang tenang dan alami seperti di sinilah," tambahnya.

 

 

Mangkat dari Batu Petak, pengunjung mampir kembali ke Air Terjun Gulamo. Kapal tak buru-buru, perjalanan santai. Ade meminggirkan kapal dekat batu, lebih dekat dengan air terjun.

Luar biasa. Air jadi lebih dingin. Saat sudah memasuki air, ada hal yang unik di bawah air terjun. Biasanya air terjun pada bagian bawahnya memiliki kontur daratan lebih dalam, tapi tidak pada Air Terjun Gulamo. Di bawah air terjun ini ada batu yang bisa diinjak, jadi pengunjung bisa berdiri di jatuhan air terjun. Mantap bukan? Silahkan banyak-banyak berswafoto, itu bakal jadi momen yang ciamik.

Setelah menghabiskan waktu di alam terbuka, matahari makin menurun menandakan waktu akan segera gelap. Ade mengatakan, rombongan harus lekas berangkat karena akan ada gangguan penerangan di jalan.

"Kita harus lebih cepat sebab kalau hari sudah gelap, kapal tak bisa melihat jalan," ujarnya.

Jam menunjukan pukul 18.35 WIB. Sampai setengah perjalanan, terdengar samar-samar suara azan yang syahdu hinggap di cuping telinga diiringan berisik dari mesin kapal yang melaju menuju dermaga.

Saat diperjalanan itu, akan terlihat dua atau tiga kali jembatan penghubung jalan raya. Langit pun semakin gelap, burung-burung camar beterbangan sambil berkicauan. Sempat pula di tengah perjalan, sekelompok monyet ekor panjang duduk dan bergelantung menikmati pemandangan langit yang ingin buru-buru berpamitan