Sidang Bupati Meranti Nonaktif, M Adil: Ada 10 Saksi, Sekda, Kadis hingga ASN

Bupati-non-aktif-M-Adil2.jpg
(Riau Online/Defri Candra)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Bupati Kepulauan Meranti Nonaktif, Muhammad Adil, jalani persidangan kasus korupsi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, Selasa, 19 September 2023.

Agenda sidang kali ini yakni mendengarkan keterangan saksi pejabat teras Kepulauan Meranti mulai dari Sekda Meranti, para Kadis dan Kepala Badan, hingga beberapa ASN berjumlah 10 orang.

Di antaranya, Sekda Kabupaten Kepulauan Meranti, Bambang Supriyanto, Mantan Kadis Pekerjaan Umum Mardiansyah, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Suardi, dan beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN).

Setidaknya, ada empat saksi pada pekan lalu sudah diperiksa, kembali dihadirkan dalam persidangan hari ini.

Keempatnya Sekda Bambang Supriyanto, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Suardi, Kemudian Sekretaris Kepala Badan Kepegawaian SDM dan Plt Kadis Kominfo Mukhlisin serta Bendahara Pengeluaran di Kominfo Asnizar.

Sedangkan enam orang lainnya, Kadis PU Mardiansyah, Alamsyah Al Mubarak, Ahmad Syafi'i, Agusnadi, Harlis Susanto dan Zuhaimi baru pertama kali dipanggil menjadi saksi sidang M Adil.

Sebelum memberikan keterangan, keenam saksi yang baru disumpah di bawah mushaf Aquran guna menyampaikan fakta dan keterangan sebenarnya.

Saat sidang dimulai, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Ichsan Fernandi dan Irwan Ashadi mulai menanyakan satu per satu kepada saksi terkait dugaan suap dan pemotongan anggaran oleh Bupati Nonaktif M Adil.

Berikut keterangan para saksi:

1. Bambang Supriyanto (Sekda Kep Meranti)

Dalam persidangan, Bambang Supriyanto mengaku tidak pernah memberikan Uang Persediaan (UP) kepada terdakwa M Adil. Namun uang potongan UP 10 persen tersebut diberikan oleh masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada di Pemkab Kep Meranti.

"Uang tersebut dikumpulkan dan diberikan lewat Adelia dan ada juga diberikan kepada Fitria Ningsih," tuturnya.

"Setiap kegiatan di Meranti, terdakwa M Adil selalu melibatkan Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) juga terdakwa Fitria Ningsih. Saya tau setelah OTT kalau bersangkutan merupakan istri sirinya," tegas Bambang Supriyanto.


2. Alamsyah Al Mubarak (Plt Kepala BPKAD)

Dalam Kesaksian, Alamsyah dipanggil ke kediaman terdakwa M Adil dan meminta dirinya untuk mengkondisikan UP 10 persen kepada masing-masing kepala OPD.

Saat itu, Alamsyah juga diminta untuk memotong Uang Persediaan (UP) 5-10 persen kepada masing-masing kepala OPD.

"Saat itu saya iyakan saja, lalu saya berkoordinasi dengan Sekda (Bambang), saat bercerita soal pemotongan, Pak Sekda menolak hal itu karena tidak lazim," ujar Alamsyah dalam sidang menjawab pertanyaan JPU KPK.

Karena Sekda melarang, Alamsyah kemudian tidak menjalankan apa yang diperintah terdakwa M Adil.

"Saya sampaikan ke Pak Bupati, saya tidak berani panggil kepala OPD, Bapak saja. Hingga akhirnya Pak adil berkata, "Ya Wees lah," ujar Alamsyah menirukan jawaban terdakwa.

Saat mau pulang kampung sebelum lebaran, Alamsyah mengaku menyetor uang Rp 20 juta dan diterima oleh terdakwa, M Adil.

"Setelah saya memberikan uang Rp 20 juta kepada Bapak bupati, setelah lebaran jabatan saya digantikan oleh Fitria Ningsih. Saya menduga karena tidak dapat melakukan apa yang diperitahkan hingga akhirnya jabatan saya digantikan FN," pungkasnya.

3. Mantan Kadis PU, Mardiansyah.



Dalam persidangan, Mardiansyah, mengaku kalau dirinya diperintahkan langsung oleh terdakwa M Adil memotong anggaran UP 10 persen dan diserahkan langsung kepada dirinya.

"Saat UP PU keluar Rp 2 Miliar. Pak Bupati meminta untuk dipotong 10 persen. UP pertama saya menyerahkan langsung kepada Pak Bupati Rp 200 juta. Kemudian uang GU ada juga saya berikan 50 juta sebanyak dua kali dan 30 juta lewat ajudan Bupati," ujar adik kandung Pj Wali Kota Pekanbaru, Muflihun, ini dalam kesaksiannya.

Mardiansyah menyebutkan kalau dirinya dua kali secara langsung menyerahkan kepada terdakwa M Adil, pertama Rp 200 juta dan kedua Rp100 juta.

Bahkan kepala OPD mendapatkan ancaman akan digantikan jika tidak menyetorkan uang UP 10 persen kepada terdakwa.

4. Suardi (Kadisdikbud)

Dalam kesaksiannya, Kadis Pendidikan dan Kebudayaa, Suardi menjelaskan kalau uang pemotongan UP 10 persen tersebut adalah hal yang tidak lazim. Sehingga Suardi mengaku tidak pernay sekalipun menyerahkan UP 10 persen kepada terdakwa M Adil.

"Kalau kami kasih uang tersebut, kami memiliki masalah baru di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," ujar Suardi kepada JPU.

5. Mukhlisin (Sekretaris Kepala Badan Kepegawaian SDM, sebelumnya, Plt Kadis Kominfo)

Dalam sidang, Mukhlisin mengaku dipanggil Plt Balai Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Fitria Ningsih umtuk membahas uang potongan UP 10 persen.

"Saya mengasihkan langsung UP 10 persen tersebut kepada Fitria Ningsih. Alasannya saat itu bendahara saya lagi Dinas luar kota, sehingga saya langsung yang menyerahkan ke FN," ungkapnya.

Kemudian saya dipanggil lagi ke kantor Bupati lantai dua, di sana ada Fitria Ningsih dan Bapak Bupati. Fitria menyampaikan kalau UP tersebut jamgan diserahkan kepadanya tapi langsung ke terdakwa M Adil.

"Selanjutnya diserahkan 55 juta di rumah dinas terdakwa," tutup Mukhlisin.

6. Ahmad Syafi'i (Sekretaris dan Kabid Diskominfo)

Dalam sidang, Ahmad Syafi'i menyebutkan kalau mereka dikumpulkan oleh Mukhlisin dan disampaikan ada pemotongan UP 10 persen yang harus dikeluarkan.

"UP Diskominfo cair Rp 400 juta, dan harus diserahkan Rp 65 juta kepada ajudan Pak Bupati yang datang atas nama Fadil Maulana dan diserahkan kepadanya," tegas Ahmad.

7. Asnizar (Bendahara Pengeluaran Diskominfo)

Dalam kesaksiannya, Asnizar menyebutkan kalau pihaknya berulang kali menyerahkan UP 10 persen.

"GU kedua 4 Juli ada Rp 476 juta dipotong Rp 40 juta. Itu yang menyerahkan Pak Mukhlisin langsung ke Fitria Ningsih."

Selanjutnya GU ketiga, dipotong Rp 30 juta, bulan September 2022 dipotong lagi Rp 50 juta. Selanjutnya juga ada Rp 20 Juta diserahkan kepada Dahlia dan diserahkan ke Sumiati laku diberikan ke Fitria Ningsih.

8. Agusnadi (Bendahara Pengeluaran di Sekda)

Dalam keterangannya, Agusnadi mengaku diperintahkan Fitria Ningsih untuk pemotongan GU 10 persen dan tidak disanggupi oleh Agus.

"Saya minta ke Fitria Ningsih saya tidak sanggup. Saya perintahkan Kabag untuk memungutnya lalu kumpulkan ke saya, biar saya yang mengumpulkannya," tutup Agusnadi kepada JPU.

9. Harlis Susanto (Bendahara Pengeluaran Disdikbud)

Harlis Susanto dalam kesaksiannya membenarkan ada pemotongan UP 10 persen sejak Fitria Ningsih kala itu menjabat Plt Kepala BPKAD.

"Ada uang ratusan juta diserahkan oleh Siti Zahra. Atas perintah Zahra diserahkan Rp 47 Juta di kantor BPKAD, lalu Rp 49 juta atas perintah Suardi dan diarahkan ke Ibu Siti. Total ada Rp 186 juta," pungkasnya.

10. Zuhaimi (Bendahara Pengeluaran di BKD dan SDM)

Dalam sidang JPU menanyakan terkait pemotongan uang UP 10 persen. Zuhaimi menyebutkan ada 4 kali ia menyetor uang kepada Fitria Ningsih.

"Ada empat kali, Rp 70 juta, Rp 50 Juta, Rp 50 Juta dan Rp 20 Juta ke Fitria. Kegunaan saya tidak tahu. Diberikan secara lansung juga tidak ada," jelasnya.

Ia menjelaskan, dirinya diintruksikan Mukhlisin menyerahkan ke Dahliawati.
"Saya menyerahkan langsung Rp20 juta," pungkasnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka dan langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap.

Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti.

Penyidik KPK telah menemukan bukti Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp 26,1 miliar dari berbagai pihak.

Dalam kasus ini, M Adil diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran 5 hingga 10 persen, kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.

Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, FN diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah.

PT TM terlibat dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Perusahaan travel tersebut mempunyai program setiap memberangkatkan lima orang ibadah umrah maka akan mendapatkan jatah gratis umrah untuk satu orang, namun pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.

Selain untuk keperluan operasional MA, uang hasil korupsi juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.

Atas perbuatannya para tersangka tersebut disangkakan dengan pasal sebagai berikut, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Tersangka FN sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Kemudian MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.