RIAU ONLINE, PEKANBARU-Lingkungan menjadi lahan basah kerawanan konfilik kriminalisasi. Konflik sumber daya alam (SDA) dan agraria ini merusak alam dan merampas lahan masyarakat. Konflik seperti ini kerap terjadi antar masyarakat dan perusahaan di tanah air termasuk Riau.
Koordinator Media Kampanye dan Gakkum Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Ahlul Fadly menyebut, kriminalisasi muncul di Indonesia ada transisi masa pemerintahan Soekarno ke Soeharto. Sehingga, apa yang dibayangkan dan dilihat saat ini yakni suatu wilayah memiliki potensi yang besat hanya untuk investasi.
"Gesekan-gesekan itu terjadi kepada masyarakat, kepolisian, serta oknum-oknum yang dipersiapkan oleh perusahaan. Itu berjalan langgeng sampai sekarang. Itu salahsatu pemicu investasi masuk," katanya pada sesi dialog publik bersama LBH Pekanbaru, Jumat, 7 Juli 2023.
Dirinya melihat ada dua yang perlu dicermati dalam isu lingkungan hidup. Diuraikannya, pertama masyarakat yang terdampak atau yang memperjuangkan isu lingkungan (target utama). Kedua, orang yang memperjuangkan garis kedua sebagai target penegak hukum.
"Bungkaman itu sudah disiapkan. Ini sebagai salah satu cara tidak mencuatnya isu lokal dan masalah yang substansi. Kemudian, pemerintah tidak menguasai kasus karena informasi itu ditutup, akses tidak disiapkan dan data tidak lengkap," tegasnya.
Dalam hal ini pemerintah berdalih perlu menyiapkan data. Hal itu pula lah yang menjadikan permasalahan tak kunjung rampung.
Diakuinya, meski masa Jokowi pada periode pertama tren kriminalisasi turun dan landai (2014-2015) sesuai janjinya kepada publik. Namun, Walhi Riau menilai pada periode dua masuk terbaca adanya skema atau kesepakatan bersama dari kelompok elite dengan menghadirkan omnibuslaw.
"Ini tak jauh beda dengan jaman Soeharto. Ketika ini dibuka ada ledakan konflik di daerah yang bermacam-macam seperti tambang dan perkebunan," ujarnya.
Hadirnya omnibuslaw memancing pada isu politik yang tidak terlepas pada pemilihan presiden 2024 mendatang. Ahlul mengkorelasikan ini sebagai modal bagi para elite untuk tampil kembali dihadapan masyarakat.
Pada 1970-an konflik telah terjadi. Pembungkaman pada masyarakat terus berlanjut yang berlanjut pada kriminalisasi. Moment politik juga ditemukan oleh BPATK tentang kejahatan lingkungna hidup yang diasumsikan untuk modal kontesasi politik.
"Ini ancaman bagi kita. Agar bisnis kepentingan politik bisa langgeng. Kita sendiri tidak tau kapan bisnis dan target mereka berkuasa," tuturnya.