Gaya Pejabat Riau, Nikmati TPP Besar tapi Malas Laporkan LHKPN

LHKPN2.jpg
(Dok KPK)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Kenaikan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau 2023 menjadi sorotan publik dan dianggap tidak wajar. Data Biro Organisasi, TPP baru mengalami kenaikan setelah satu dasawarsa. Itu dimulai dari 17 persen hingga 30 persen.

 

 

 

Untuk diketahui, dalam SK ditandatangani Gubernur Riau dengan Nomor: Kpts.1945/XII/2022 pada 30 Desember 2022, TPP sudah cair pada pekan ketiga Februari. Pegawai pun bersorak ria lantaran pencairan TPP lebih cepat dari tahun sebelumnya yakni Maret 2023.

 

 

 

Pada Jumat, 17 Februari 2023 pegawai Dinas Perhubungan (Dishub) Riau lah yang cair TPP pertama kali. Bergilir OPD lain Senin, 20 Februari 2023. Namun, PU, RS Arifin Achmad, serta Sekwan sedikit lebih lama yakni Kamis, 23 Februari 2023.

 

 

 

Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana (Ortal) Provinsi Riau, Kemal, pencairan ini didukung gubernur agar dipercepat serta adanya dorongan dari sekda. Pemicu kenaikan TPP diantaranya penyesuaian yang berhubungan adanya kenaikan inflasi, BBM, kebutuhan pokok dan anak, serta lainnya.

 

 

 

Kemudian, dari segi Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) itu memungkinkan untuk menaikkan TPP yang mana jumlahnya di atas Rp4 T. Tentunya, agar tidak melebihi rasio belanja pegawai secara langsung.

 

 

 

Menurutnya, Riau sebagai penerima TPP pertama di Indonesia. Kebijakan gubernur, menurutnya agar bagaimana TPP dipercepat untuk pertumbuhan ekonomi. "Bukan menghambur-hamburkan, itu sesuai peraturan Kemendagri. Nomor.900-4700 tahun 2020 tentang Persetujuan Mendagri TPP Pemda," ucapnya.

 

 

 

Adapun komponen penilaian pegawai mendapat TPP yakni melihat prestasi kerja (inovasi dan pencapaian target), beban kerja (jam kerja), dan kelangkaan profesi yang diterima Sekdaprov Riau SF Hariyanto. Sementara, penyusunan TPP oleh BPKAD, Sekda, Biro Ortal, Biro Hukum, dan Biro Administrasi Pembangunan. Sehingga, tiga biro tersebut naik daripada biro lain karena turut serta ikut paling banyak rapat dan membantu segala macamnya.

 

 

 

"Kelangkaan profesi inilah yang satu-satunya diterima pak Sekda yaitu pejabat hang memiliki spesifikasi khusus dan langka. Beban kerjanya cukup berat. Kalau Sekda jamnya bisa 24 jam, lihatlah sampai malam kerja di kantor," tuturnya.

 

 

 

TPP Sekda yang semula Rp69 juta kini menjadi Rp90 jutaan. TPP Pemprov Riau jika dibanding dengan TPP provinsi di Sumatera, dan beberapa kabupaten/kita di Riau masih di bawah mereka. Dicontohkannya TPP Sekda Kampar itu mencapai Rp89 juta. Kemudian, TPP Sekda Sumut mencapai Rp90 juta lebih. Bahkan, TPP eselon II mereka rata-rata Rp40 juta, Riau untuk kepala dinas hanya Rp31 juta.

 

 

 

Disinggung tentang kenaikan TPP, tiga biro yang tersebut sebelumnya hanya naik 17 persen. Dari Rp23 juta menjadi Rp27 juta. Sementara, biro lain, lanjut Kemal, dari Rp20 juta naik menjadi Rp26 juta atau 30 persen. Itulah maksud Kemal, agar melihat persen nya bukan angka.

 

 

 

Dalam pada itu, untuk eselon III naik Rp4 juta namun fungsional madya hanya Rp3.750.000. Kemudian, untuk pejabat fungional (Jafung) yang sama dengan itu selisihnya Rp250 ribu.

 

 

 

"Jafung hanya Rp1 juta untuk tingkatan pejabat fungsional reguler. Sedangkan untuk pejabat fungsional hasil penyederhanaan selisihnya kisaran Rp250.000 – Rp500.000, bedanya dengan jabatan struktural yang setingkat," terangnya.

 

 

 

P3K naik Rp500 ribu lantaran pegawainya lebih banyak dibanding tahun sebelumnya yang hanya 350 sehingga TPP nya bisa mencapai Rp1.800.000. Kini, P3K 8.038 orang.

 

 

 

"Itu kemarin sebenarnya dari keuangan daerah tidak mampu. Karena ada mandatori dan kebijakan pimpinan, pak gub bilang agar P3K tetap dapat. Kasian kalau tak dapat. Akhirnya sekda mengusahakan untuk tetap dapat," ucapnya.

 

 

 

Kemudian, banyaknya yang mengadu ke pak gub, seolah tak terima lantaran tidak naik, menurutnya, ada grade. "Padahal kami tak bisa mengurang dan melebihkan. Kami hanya memberikan klasifikasi jabatan yang menghitung BPKAD," ungkapnya.

 

 

 

Berikut data kenaikan TPP di lingkungan pemprov Riau: Pejabat Tinggi Pratama mengalami kenaikan 17 persen sampai 30 persen dari TPP 2022.

 

 

 

Selanjutnya, Kepala Biro Rp.6.120.899, Kepala Biro merangkap tim TAPD Rp4.464.189, eselon III dan koordinator naik Rp4 juta, eselon IV dan subkoordinator naik Rp2 juta.

 

 

 

Lalu, jabatan fungsional murni jenjang utama naik Rp1 juta begitu juga fungsional murni jenjang madya, muda, pertama, dan terampil.

 

 

 

Posisi selanjutnya yakni khusus untuk fungsional auditor dan pengawas penyelenggaraan urusan pemerintaj daerah (P2PD) di inspektorat dinaikkam sebagai berikut: fungsional madya kelas 11 dan 12 Rp3.750.000, fungsional muda kelas 10 Rp3.014.000, dan fungsional muda kelas 9 Rp2.740.000.

 

 

 



Dilanjutkan, fungsional pertama kelas 8 Rp2.233.000, fungsional penyelia kelas 7 Rp1.747.000, dan fungsional terampil kelas 6 Rp1.602.000.

 

 

 

Pelaksana Rp1 juta, P3K Rp500 ribu, Guru/Kepsek/Wasek/Kepala jurusan/ dan kepala sekolah yakni diberikan seperti 2022. 

 

 

 

Kemudian, besaran TPP ajudan dan walpri gubernur/wagub/dan sekda yakni ajudan gubernur fungsional muda pranata hubungan masyarakt Rp7 juta. Lalu, ajudan ibu gubernur, wagub, dan sekda (fungsional muda pranata hubungan masyarakat, penyusun rencana kebutuhan RT dan perlengkapan dan kepala subbag TU, pimpnan dan staf ahli) sebesar Rp5 juta. Terakhir, Ajudan Walpri, wagub, dan driver sekda (pelaksana kelas 5 dan 6) sebesar Rp5 juta.

 

 

 

Dikala Kenaikan TPP disambut sukacita oleh para Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Pemprov Riau. Namun, di sisi lain tingginya kenaikan TPP tersebut justru melukai hati rakyat Riau.

 

 

 

Angka tersebut pun dianggap tidak wajar oleh Pengamat Pemerintahan Universitas Riau, Tito Handoko. "Kenaikan TPP ini pegawai suka. Tapi melukai hati rakyat karena melihat persenan yang diperoleh. Harusnya sampai 15 persen saja," ungkap Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Riau, Rabu, 22 Februari 2023.

 

 

 

Secara regulasi, jelasnya, tentu Pemprov sudah melakukan kajian TPP sesuai dengan kemampuan daerah. Secara filosofis, kata Tito,  kenaikan karena dari kemampuan kinerja dan simpatik orang untuk bekerja secara penuh terlepas itu berdampak  atau tidak. Tentunya setelah penerimaan TPP.

 

 

 

"Dengan adanya kajian tentunya pemprov pun melakukan penetapan dan analisa sesuai dengan kelompok jabatan," jelasnya.

 

 

 

Pasca mendapat TPP pun, kata Tito mengingatkan, perlu dilihat adakah perubahan kinerja para pegawai terkait layanan misalnya. Kemudian, secara politis perlu diingat juga karena ini kejadian setelah Covid-19. Ini akan menjadi perdebatan publik.

 

 

 

"Dengan kondisi masyarakat yang belum stabil secara ekonomi karena tumbuhnya lambat, hanya beberapa kawasan yang tumbuhnya bagus. Kenaikan TPP tersebut menjadi orang berpendapat kurang sesuai pada skala mikro. Sementara bagi pegawai suka," ungkapnya.

 

 

 

Menurutnya, alangkah lebih baik uang tersebut didistribusikan untuk kecepatan penanganan ketahanan pangan, infrastruktur, dan sebagainya. "Pemerintah hanya memikirkan diri sendiri tapi tidak memikirkan masyarakt secara luas. Untuk itu kita perlu melihat dari dua sisi yakni dari pemerintah dan publik," tegasnya.

 

 

 

TPP yang didapat Sekda mencapai Rp90 juta itu dikatakannya besaran itu sudah melalui kajian tim seperti BPKAD, Bapeda, dan Bapenda. Kajian itu sudah sesuai tanggungjawab dan beban.

 

 

 

"Besaran itu sebenarnya tergantung persepsi. Namun, melihat angka perekonomian saat ini itu termasuk besar apalagi bagi masyarakat yang berada di pedalaman Meranti, Inhil, dan lainnya. Kalau masyarakat kesusahan tentunya kenaikan TPP itu melukai hati masyarakat," terangnya.

 

 

 

Sementara, masyarakat yang berada di dalam sana belum mendapat sentuhan pembangunan. Itu yang harus dilihat secara jernih.

 

 

 

Persoalan kuantifikasi TPP itu, kata Tito, dilihat besaran tanggung jawab yang diemban dan tugas yang harus dijalan. Itu dari pihak Pemprov. 

 

 

 

"Jika dari level mereka ada perdebatan (TPP naik besar dan sedikit). Soal itu artinya ada ketidakpahaman soal TPP yang disusun apalagi ditingkatan di level bawah dengan penyandang kesejahteraan sosial. Tentunya, masyarakat sedih mendengar kenaikan itu," ujarnya.

 

 

 

Lebih jauh, itulah problem yang tidak bisa dilihat dari satu sisi. ASN senang mendapat TPP tersebut meski besarannya berbeda. Alangkah baiknya persentase itu tidak perlu dijelaskan secara signifikan. 

 

 

 

"Naiklah sewajarnya saja 10 sampai 15 persen saja. Tapi kalau sampai 30 persen itu tidak wajar," tegasnya.

 

 

 

Katanya, pada aspek birokrasi perlu juga ada perhatian untuk honorer. Dari persepsi publik, itulah yang membuat mereka tidak terima.

 

 

 

Sekarang, tantang Tito,  apa bukti kerja nyata pemerintah dalam hal peningkatan kesejahteraan?

 

 

 

Lagi-lagi ia pun menegaskan tidak wajar kenaikan TPP apalagi jika melihat alasan naiknya karena inflasi, BBM, biaya pokok dan anak. 

 

 

 

"Sekarang pertanyaannya apakah pemerintah juga memikirkan biaya tersebut dari masyarakat. Jangan begitu dalilnya. Meski sebenarnya ada yang sepakat dan tidak. Jujur saja saya mewakili publik kenaikan TPP melukai easa keadilan masyarakat," tutupnya.

 

Malas Laporkan LHPKN

 

Belum sembuh luka masyarakat karena kenaikan TPP, kini konflik Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) oleh pejabat publik pun menguap ke permukaan. Masih saja ada pejabat publik yang digaji oleh pajak rakyat belum menyetor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan atau sudah mengumpulkan namun tidak dicantumkan semua. Bukti nyata terjadi di pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ada 13 ribu anggota Kemenkeu Sri Mulyani belum melapor LHKPN.

 

 

 

Di Riau, menurut Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Ikhwan Ridwan, per tanggal 2 Maret 2023 tercatat masih ada 10 pejabat eksekutif Pemprov Riau yang belum melapor hasil kekayaannya. “Di Riau ada 47 wajib lapor itu 37 sudah lapor. Ada 10 yang belum lapor. Artinya, sudah mencapai 78.72 persen yang melapor,” katanya pada RIAU ONLINE.

 

 

 

Ia menegaskan agar bisa tetap 100 persen seperti tahun-tahun sebelumnya. Jika tidak akan mendapat sanksi dari gubernur.

 

 

 

Sebagai informasi tiga pejabat tinggi di Riau yakni Gubernur Riau, Syamsuar. Kemudian, Wakil Gubernur Riau (Wagubri) Edy Natar Nasution, dan terakhir Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau SF Hariyanto.

 

 

 

Dari ketiga pejabat tersebut, berdasarkan LHKPN 2022 periodik 2021, tertinggi Wagubri Edy Natar Rp10.819.462.791 tanpa hutang. Disusul Sekdaprov Riau SF Hariyanto Rp9.724.258.000 tanpa hutang. Dan terakhir Gubri Syamsuar sebesar Rp5.391.155.956 dan tanpa hutang.

 

 

 

Rincian harta benda Syamsuar: 

 

Di nomor wahid ada tanah dan bangunan senilai Rp2.587.622.000 dengan total 17 bidang tanah yangmana 14 diantaranya berada di Siak, 2 di Bengkalis, dan satu di Pekanbaru.

 

 

 

Urutan kedua mengenai alat transportasi dan mesin yang dimiliki Syamsuar senilai Rp518.785.032. Terdiri dari satu mobil dan lima motor. Selanjutnya, harta bergerak lainnya Rp151.250.000, kas dan setara kas Rp2.133.498.726. Sehingga, totalnya Rp5.391.155.958 tanpa hutang. 

 

 

 

Kemudian, Selanjutnya harta kekayaan Wagubri Edy Natar: urutan kesatu, untuk tanah dan bangunan Rp8.152.000.000. Ada delapan bidang, dua di Pekanbaru sedangkan enam diantaranya di Bandung.

 

 

 

Adapun alat transportasi dan mesin milik Edy Natar Rp132.000.000 dengan rincian memiliki satu unit motor dan satu unit mobil. Lalu, harta bergerak lainnya Rp286.024.500. Kemudian, kas dan setara kas Rp2.249.438.291. Totalnya yakni Rp10.819.462.791 tanpa hutang.

 

 

 

Terakhir, kekayaan Sekdaprov Riau SF Hariyanto: data harta dimulai dari tanah dan bangunan yang diuangkan Rp8.508.258.000. Terdapat 9 bidang tanah yangmana 7 diantaranya hasil sendiri dan dua lainnya hasil hibah. Kemudian, 8 di Pekanbaru, dan satu di Tangerang Selatan.

 

 

 

Harta lain dari SF Hariyanto yaitu transportasi dan mesin dengan total Rp845.750.000. Dimana ada satu sepeda motor dan tiga unit mobil mewah, serta beberapa mesin. Sementara, untuk harta bergerak lainnya Rp216.250.000. Ada juga kas dan setara kas Rp154.000.000. Lalu, harta tanah dan bangunan yang diuangkan Rp8.508.258.000.

 

 

 

LHKPN ini pun menjadi sorotan bagi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran Riau (Fitra). Dikatakan Manager Advokasi Fitra Riau, Taufik, menilai LHKPN merupakan bentuk komitmen penyelenggara dalam mencatat dan melaporkan harta kekayaan ke negara sebagai bentuk kepatuhan. 

 

 

 

 

 

Hal yang paling penting, menurutnya, bagaimana data LHKPN yang sudah lapor bisa terlihat jelas oleh publik. Dimisalkan, apakah ada penambahan harta kekayaan dari tahun sebelumnya atau menurun dari tahun sekarang.

 

 

 

"Jika ada kenaikan perlu ditelusuri dari pendapatan ASN atau pejabat tersebut dari indikator gaji dan tunjangan serta nilai keuntungan usaha yang ada. Itu jika pejabat itu memiliki usaha. Ini juga yang harus diperjelas bentuk pengawasan inspektorat," tegasnya.

 

 

"Catatan Fitra khsusunya di Riau, sejauh ini pejabat di Riau belum patuh untuk melaporkan harta kekayaannya baik itu eksekutif, Kepala daerah, ASN maupun legislatif secara berkala. Jika dilihat dari tingkat kepatuhan provinsi Riau sendiri update data LHKPN, tingkat kepatuhan Riau baru 55,32 persen," ungkapnya.

 

 

 

Artinya, dari data tersebut bisa terlihat wajib lapor sebanyak 47 orang pejabat tetapi yang baru lengkap dokumen pelaporannya baru 26 orang pejabat. Sementara untuk yang lainnya, lanjut Taufik, yang belum lapor sebanyak 10 orang pejabat dan dalam antrian pelaporan 9 orang pejabat.