Hoegeng, Kapolri yang Pensiun Tanpa Miliki Rumah dan Mobil Pribadi

Hoegeng-Iman-Santoso3.jpg
(Arsip Nasional)

Laporan Indah Lestari

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Sepanjang sejarah kepolisian Republik Indonesia, hanya ada tiga polisi yang tak pernah bisa disuap, yaitu patung polisi, polisi tidur dan Hoegeng. Kira-kira begitu kata Gus Dur semasa hidupnya, menilai sosok Hoegeng.

 

Jenderal Hoegeng Iman Santoso, Kapolri (1968-1971) dikenal sebagai sosok polisi yang disiplin dan jujur. Baik di mata keluarga, pemerintahan maupun masyarakat.

 

Ora duwe ora opo-opo. Tutur Hoegeng kepada Meri, istrinya pada saat menjabat sebagai Kapolri. Prinsipnya, tidak punya tidak apa-apa, asal tidak maling, tidak korupsi.

 

"Sebenarnya sama seperti saat saya kuliah. Saat saya SMA, saya pengin punya ini pengin punya itu tapi itupun enggak bisa. Papa tidak memberi kesempatan sedikit pun kepada kami untuk mempergunakan fasilitas apapun itu. Baik saat beliau masih menjadi Dirjen Imigrasi, Menteri Iuran Negara dan apalagi saat papa menjabat menjadi Kapolri," ungkap Didit, anak mendiang Hoegeng dalam buku Dunia Hoegeng karya Farouk Arnaz.

 

Di saat rekan-rekan polisinya menikmati sejumlah fasilitas dinas, ia lebih memilih hidup sederhana bersama keluarganya. Bahkan, hingga kemundurannya menjadi abdi negara pun, Hoegeng tidak memiliki mobil pribadi.

 



Sebagai Kapolri saat itu, ia juga pernah memerintahkan ajudannya untuk memulangkan dua motor Lambretta, yang dikirim ke rumahnya. Sebab motor asal Italia itu dianggap sebagai suap dan harus dikembalikan.

 

Begitupun dengan keluarganya. Bukan sekadar katalisator. "Ibu mertua kami yang waktu itu ada di rumah mengatakan bahwa kami tidak usah gusar, tidak usah susah, kalau melangkah dengan baik, maka kami masih bisa memakan nasi dengan garam. Ini memberi semangat kepada kami yang bukan main," istri Hoegeng bercerita masa-masa pahit semasa Hoegeng jadi Kapolri.

 

Ketika diberhentikan Soeharto sebagai Kapolri karena dianggap tak cocok lagi, keluarga Jenderal Hoegeng bisa menerima, tapi mereka bingung akan tinggal di mana karena tidak punya rumah, tidak punya mobil, semua fasilitas milik negara.

 

 

Kisah Hoegeng bukan fiksi apalagi fantasi. Ia adalah dedikasi dan harga diri yang dibawa sampai mati.