RIAU ONLINE - Meutia Hatta tiba-tiba menjadi saya. Ada kerinduan dan kesedihan seketika menohok ulu hatinya, saat ia kembali mengenang pertemuan sang ayah dengan Soekarno. Ketika itu juga menjadi yang terakhir pula baginya menemani sang ayah menemui Bung Karno.
"Sudah lama sekali, sejak Soekarno tak terekspos lagi kepada masyarakat, Hatta tidak pernah bertemu dengan kawannya itu," kata perempuan berusia 72 tahun itu, mengutip Historia.id, Senin, 30 Mei 2022.
Hubungan dua bapak pendiri bangsa itu memang sempat merenggang setelah Indonesia berdiri sebaga negara dan ini bukan rahasia lagi, terutama dalam kurun waktu 1950-an sampai 1960-an. Masalah utamanya, adanya perbedaan pandangan terkait masa depan revolusi Indonesia, di samping soal prioritas pembangunan negeri.
Iding Wangsa, sekretaris pribadi Mohammad Hatta, dalam sebuah buku Mengenang Bung Hatta, memastikan bahwa keduanya tidak pernah saling mendendam.
"Hal itu tidak sampai merusak hubungan pribadi beliau berdua. Ini saya ketahui persis, terutama yang menyangkut sikap Bung Hatta terhadap Bung Karno di balik pertentangan-pertentangan pendapat beliau."
"Salah satu bukti yang dapat saya utarakan, bahwa Bung Hatta tidak menaruh dendam dan tidak memusuhi Bung Karno, ialah peristiwa menjelang wafatnya Bung Karni," lanjut Widjaja.
Kala itu, Jumat, 19 Juni 1970 pagi, Hatta mendapat sepucuk surat dari Masagung, salah satu kawan Soekarno, yang bernama asli Tjio Wie Tay. Hatta dikabari bahwa Soekarno masuk Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat karena kondisinya yang semakin gawat dan harus dirawat intensif.
Masagung menegaskan, saat-saat ini seperti ini harus cepat dimanfaatkan oleh Hatta untuk menemui Soekarno. Sebagaimana diketahui, saat itu Soekarno menjadi tahanan rumah yang tidak boleh dihubungi oleh sembarang orang, tidak terkecuali Hatta.
Hatta lantas bergegas meminta Wangsa Widjaja menguhubungi pihak-pihak tertentu agar diberi izin menjenguk Soekarno. Tak lama, sekretaris itu menghubungi Sekretaris Militer, Letjen Tjokropranolo dan menjelaskan kegiatan Hatta tersebut. Maksuda Hatta lantas diteruskan Tjokropranolo kepada Presiden Soekarno.
Lewat sambungan telepon, Wangsa Widjaja dikabari Tjokropranolo, bahwa Soeharto sudah memberi izin. Mereka pun dijadwalkan mengejuk Soekarno pada pukul lima sore. Semua persiapan selesai, rombongan yang terdiri dari Hatta, Wangsa Widjaja, Tjokropranolo, putri pertama Hatta, Meutia, dan putri kedua Hatta, Gemala segera bertolak ke rumah sakit.
"Kita yang ada di rumah saja berangkat. Adik saya yang kecil (Halida Hatta) sedang sakit jadi tidak bisa ikut. Ibu (Rachmi Hatta) juga tidak bisa ikut," kata Meutia.
Setibanya, rombongan itu langsung menuju ruangan tempat Soekarno dirawat. Di luar hanya ada Tjokropranolo yang menunggu di luar ruangan. Di ruangan kecil itu, Hatta menemukan sosok yang ia kenal terbaring tak sadarkan diri. Tampak jelas raut kesedihan di wajahnya.
Menurut perawat di ruangan itu, sudah beberapa hari Soekarno dalam kondisi demikian. Setelah menunggu sekitar 10 menit, Wangsa Widjaja mengajak Hatta pulang, karena kawannya itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan siuman.
Hatta yang tidak memberi jawaban, perlahan melangkah ke arah pintu. Geraknya berat, menunjukkan kekecewaan. Sesekali ia menoleh ke belakang, berharap kawannya sadar sebelum ia pergi dari ruangan itu.
Hatta bahkan masih mengarahkan pandangannya kepada Soekarno, saat akan membuka pintu. Beruntung, ia masih melihat ke arah Soekarno karena sesaat kemudian Soekarno membuka matanya. Bergegas Hatta mengampiri karibnya itu.
"Ah No (panggilan akrab Hatta kepada Soekarno) bagaimana keadaanmu?" tanya Hatta.
Tapi tak ada jawaban dari Soekarno. Kondisinya membuat ia sulit berbicara. Namun, menurut Meutia, samar-samar terdengar Soekarno berucap "hoe gaat het (apa kabarmu)?" sambil mencoba meraih tangah Hatta.
Meutia maupun Wangsa Widjaja dalam bukunya, mengatakan bahwa Soekarno juga mengucapkan kata-kata lain yang keduanya tidak mengerti. Hanya Hatta yang paham maksud Soekarno.
"Ya, sudahlah. Kuatkan hatimu, tawakal saja pada Allah. Saya doakan agar lekas sembuh," jawab Hatta kemudian.
Suasana di ruangan saat itu bagi Meutia, sangat haru. Persis di samping tempat tidur Soekarno, Hatta berdiri. Meutia dan Gemala sedikit di belakang Hatta, dekat kaki Soekarno. Sedangkan Wangsa Widjaja, berdiri di sisi lain tempat tidur.
"Saya melihat ini sebagai pertemuan yang amat mengharukan antara dua sahabat yang cukup lama dipisahkan oleh suatu tirai yang tidak tampak, walaupun tidak berarti beliau berdua telah memutuskan hubungan persahabatan itu," ungkat Meutia.
Soekarno lantas berusaha menggapai-gapai sesuatu. Semua orang di sana tidak mengerti maksud Soekarno. Wangsa Widjaja yang akhirnya menyadari, bahwa Soekarno mencari kaca matanya. Suster lalu memakaikan kaca mata itu untuk Soekarno.
Tampak air mata menetes dari mata Soekarno yang dalam posisi tertidur. Hatta pun mencoba menghibur dengan memegang tangan dan memijat pelan kakinya. Tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Hanya pandangan mereka yang berbicara.
"Sebetulnya itu hati yang berbicara. Tidak ada lagi kata-kata, tidak tersedu-sedu. Mungkin keduanya saling memaafkan karena memang itu adalah tahap terakhir dari kehidupan Soekarno," ujar Meutia.
"Kami semua tidak bisa berkata apa-apa. Kami hanya bisa mendoakan. Namun, saya bersyukur bisa berada di sana. Menyaksikan kedua proklamator berpisah untuk terakhir kalinya," lanjutnya.
Tidak diketahui dengan pasti seberapa lama Hatta dan rombongannya menemani Soekarno. Setelah itu, Hatta pamit pulang, keluar dari ruangan perawatan itu. Mereka kemudian diantar Tjokropranolo kembali ke kediamannya.
Itulah pertemuan terakhir keduanya. Dua hari kemudiannya, tepatnya Minggu, 21 Juni 1970, Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya. Hatta yang mendapat kabar duka itu hanya termenung. Jelas sekali, ada rasa kehilangan dalam dirinya.