RIAUONLINE, JAKARTA – Keberadaan industri kehutanan yang memproduksi kayu olahan dan turunannya, seperti bubur kertas (pulp), kertas, kayu lapis (plywood), hingga produk perabotan menjadi salah satu penggerak roda perekonomian di Indonesia.
Industri pulp dan kertas juga menjadi andalan ekspor Indonesia. Industri ini menempati peringkat ke-delapan di dunia dan ketiga di Asia, sedangkan industri kertas peringkat ke-enam dunia dan ke-empat Asia setelah China, Jepang dan India.
Peringkat tersebut berasal dari kapasitas produksi pulp yang mencapai 11,83 juta ton dan kertas sebesar 17,94 juta ton per tahun. Di masa pandemi Covid-19, permintaan pulp dan kertas global meningkat sekitar 2,1 persen. Permintaan dalam negeri juga tumbuh 63 persen dalam lima tahun terakhir. Saat ini, sebanyak 99 perusahaan pulp dan kertas ada di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah.
Berdasarkan data dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) memaparkan kinerja produk kehutanan tercatat positif di awal 2022. Total ekspor produk kayu pada Januari 2022 mencapai 1,23 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Angka ini naik sebesar 28,2 persen dibanding Januari 2021. Untuk wilayah Uni Eropa (UE) dan Inggris, ekspor pada Januari 2022 juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 29,69 persen dengan nilai 104,1 juta dollar AS daripada kinerja 2021 yang hanya 80,2 juta dollar AS. Catatan positif tersebut juga diimbangi oleh sumber daya dan kapasitas produksi yang tersedia di Indonesia, khususnya dalam industri pulp dan kertas.
Kondisi geologi Indonesia menjadi faktor utama produktivitas industri pulp dan kertas. Jenis tanah Indonesia dinilai kondusif untuk pengembangan hutan tanaman industri (HTI). Didukung iklim tropis, pertumbuhan tanaman di Indonesia juga lebih cepat dibanding hutan di negara luar beriklim subtropis. Hal inilah yang membuat Indonesia unggul sebagai negara penghasil tanaman produktif dibandingkan Brasil, AS, dan China.
Membuka Peluang Kerja
Pemerintah memprioritaskan sektor ketenagakerjaan industri pulp dan kertas. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015–2035. Penetapan tersebut karena industri kertas berkontribusi terhadap perekonomian bangsa terutama berkontribusi terhadap penambahan devisa negara. Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto menyebut keberadaan industri pulp dan kertas dapat menghemat devisa miliaran rupiah.
“Dari investasi (industri pulp dan paper/ paperboard), penjualan atau devisa yang bisa dihemat mencapai 1,1 miliar dollar AS,” kata Menko Airlangga saat meninjau salah satu pembangunan pabrik baru industri paperboard senilai Rp33,4 triliiun di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Selasa (29/3/2022) baru-baru ini.
Informasi dari Katadata, Jumat (2/4/2021), industri pulp dan kertas menghasilkan Rp101 triliun nilai ekspor dan menyerap investasi sebesar Rp8,22 triliun tahun 2019. Data Kementerian Industrian RI (Kemenperin), industri pulp dan kertas mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 261.000 orang. Industri tersebut juga mempekerjakan 1,1 juta tenaga kerja tidak langsung di seluruh rantai industri.
Sebagaimana diketahui, serapan tenaga kerja menjadi salah satu komponen penggerak roda ekonomi krusial di suatu negara. Hal ini dikarenakan, tenaga kerja adalah mereka yang terlibat langsung dalam proses produksi suatu barang dan jasa serta dapat menggerakkan perekonomian. Tenaga kerja ini merupakan penduduk dalam usia produktif yang berkisar antara 15 sampai 64 tahun.
Gubernur Riau, Syamsuar mengatakan peningkatan investasi dalah satunya dari industri pulp dan kertas telah berhasil menurunkan angka pengangguran dari 6 persen tahun 2020 menjadi 4 persen tahun 2021 atau menyerap sebanyak 61.338 orang tenaga kerja.
“Keberadaan investasi mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi Riau mencapai 3,31 persen di tahun 2021, ini adalah sejarah dimana 5 tahun sebelumnya Riau belum pernah mencapai 3 persen pertumbuhan ekonomi,” ujar Syamsuar.
Pengelolaan Hutan secara Bertanggung Jawab
Industri pulp dan kertas diharapkan dapat terus mempraktekkan standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan sebagai suatu yang tak terpisahkan dari proses produksi. Terlebih industri ini berpeluang besar untuk tumbuh dan berkembang. Proses produksi yang sejalan dengan upaya menjaga lingkungan menjadi penting dalam mewujudkan operasional usaha yang baik.
Di Indonesia, keabsahan legalitas produk dapat dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kayu disebut legal bila sumber, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, serta perdagangan atau pemindahtanganannya memenuhi peraturan berlaku.
Sertifikat SVLK menjadi jaminan bagi konsumen di luar negeri. Selain SVLK, terdapat sejumlah sertifikasi legalitas lain yang juga diakui dan digunakan untuk perdagangan di berbagai negara. Di antaranya Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) dan Forest Stewardship Council (FSC). Ada juga FLEGT License keluaran Uni Eropa (UE) bagi negara yang memiliki kerja sama voluntary partnership agreement (VPA). VPA merupakan kesepakatan bilateral yang mengatur perdagangan kayu dari negara produsen kayu ke negara-negara UE.
FLEGT License digunakan untuk mengatasi pembalakan liar dan perdagangan produk kayu ilegal. Sertifikat tersebut menjamin kayu yang berasal dari negara VPA telah dipanen, diproses dan diekspor berdasarkan prinsip berkelanjutan sesuai hukum berlaku. Indonesia menjadi satu-satunya negara VPA yang mengantongi sertifikat produk kayu (SLK) yang setara dengan FLEGT License.
Oleh karena itu, Indonesia berpeluang besar meningkatkan pangsa pasar produk kayu di UE di tengah rencana penerapan kebijakan rantai pasok bebas deforestasi atau Deforestation-Free Supply Chain (DFSC). Duta Besar Indonesia untuk Belgia merangkap Luksemburg dan UE Andri Hadi mengatakan, meski belum mendominasi pasar UE, kinerja ekspor produk kayu Indonesia menunjukkan peningkatan sejak terjalin FLEGT VPA.
Andri menjelaskan, saat FLEGT VPA pertama kali terjalin pada 2016, ekspor produk kayu Indonesia tercatat 813,5 juta euro. Angka ini naik secara konsisten hingga mencapai 1,07 miliar euro pada 2021.
“Produk turunan kayu, seperti parket kayu, furnitur, kertasdan kayu lapis, menunjukkan kenaikan lebih dari 20 persen pada 2021 ketimbang tahun 2020,” ujarnya.
Beranjak dari hal itu, wajar saja aspek keberlanjutan (sustainability) menjadi hal penting dan vital dalam menjamin keberlangsungan usaha sekaligus menjaga bumi.
Komitmen dunia usaha terhadap keberlanjutan
Salah satu dunia usaha yang terus aktif mengedepankan prinsip keberlanjutan adalah APRIL Group. Produsen serat, pulp dan kertas terbesar di dunia ini menjalankan usahanya terintegrasi dengan pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) secara berkelanjutan. APRIL memiliki unit usaha, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang berlokasi di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 2,8 juta ton pulp dan 1,15 ton kertas per tahun. PaperOne, salah satu merek produk kertas unggulan APRIL Group yang telah dipasarkan ke 70 negara di dunia.
Guna memastikan implementasi pengelolaan hutan yang berkelanjutan, APRIL telah memiliki kebijakan Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0. Komitmen ini diperkuat dengan diluncurkannya komitmen satu dekade “APRIL2030” pada 2030. Melalui komitmen transformatif ini, APRIL senantiasa berupaya untuk memberikan dampak positif bagi alam/ iklim, serta masyarakat dengan tetap menjadi perusahaan yang terus tumbuh dan berkembang senantiasa memperhatikan aspek keberlanjutan.
Visi APRIL2030 memiliki empat pilar utama di antaranya mewujudkan iklim positif, mendukung lanskap yang maju dan berkembang, kemajuan inklusif dan tumbuh menjadi perusahaan yang sustainable di tahun 2030. Salah satu upaya APRIL dalam mewujudkan iklim positif adalah komitmen meningkatkan penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan untuk memenuhi 90 persen kebutuhan energi pabrik dan 50 persen energi operasional.
Mendukung hal tersebut, APRIL membangun panel surya sebagai sumber energi terbarukan di area operasionalnya. Direktur Utama PT RAPP, Sihol Aritonang mengatakan APRIL telah menyelesaikan tahap pertama proyek instalasi panel surya sebesar 1 megawatt (MW) dari rencana total 20 MW di lokasi operasional perusahaan di Pangkalan Kerinci. Proyek ini akan selesai dibangun pada 2025. Ketika selesai, APRIL akan menjadi salah satu perusahaan swasta yang memiliki teknologi panel surya terbesar di Indonesia.
“Sejalan dengan prioritas pemerintah untuk merealisasikan strategi jangka panjang rendah karbon dan ketahanan iklim serta menjawab konsensus global tentang pentingnya peran swasta untuk memitigasi perubahan iklim, APRIL menjalankan sejumlah strategi demi mengendalikan emisi kami sendiri,” ujar Sihol.
Selain itu, APRIL juga mendorong upaya konservasi sebagai bagian dari pendekatan proteksi-produksi dalam pengelolaan lanskap yang berkembang. Salah satu implementasi yang telah dilakukan adalah mendirikan laboratorium penelitian di fasilitas Eco-Camp. Laboratorium ini akan mendukung penelitian berkelanjutan mengenai ilmu lahan gambut tropis.
Adapun target dari agenda itu adalah menciptakan zero-net loss di kawasan konservasi, meningkatkan 50 persen produktivitas tanaman, serta mendukung inisiatif kolaborasi dari pemangku kepentingan untuk perlindungan satwa dan peningkatan manfaat keanekaragaman hayati. Menurut Sihol, langkah tersebut sejalan dengan target yang dicanangkan pemerintah guna mencapai komitmen kontribusi penurunan emisi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 melalui "Indonesia FoLU Net Sink 2030".
Untuk kemajuan inklusif APRIL meluncurkan sejumlah program pemberdayaan masyarakat. Sejumlah tujuannya antara lain menghapus kemiskinan ekstrem pada radius 50 kilometer (km) dari area operasional, mengurangi angka stunting di Riau hingga 50 persen, meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah, serta memastikan terciptanya kesetaraan gender. Kemudian, APRIL juga berkomitmen pada pertumbuhan yang berkelanjutan lewat diversifikasi, bisnis yang sirkular dan produksi yang bertanggung jawab hingga 2030. Hal ini diwujudkan dengan sejumlah rencana aksi nyata. Salah satunya memperkenalkan serangkaian proyek khusus untuk mengurangi penggunaan air dan meningkatkan daur ulang air limbah. Komitmen APRIL Group ini diharapkan dapat diikuti oleh perusahaan lain di Indonesia. Pasalnya, menjaga kelangsungan bumi bukan tugas segelintir pihak, melainkan kewajiban kolektif antarsektor.(*)