Para peserta workshop kesetaraan gender dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia di UIN Raden Mas Said, Surakarta pada 18-21 Januari 2022/Dok UIN Suska
(Dok UIN Suska)
Laporan: Bagus Pribadi
RIAUONLINE, PEKANBARU-Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Suska Riau mengikuti Workshop Operasionalisasi Indikator Perguruan Tinggi Responsive Gender (PTRG).
Acara yang berlangsung di UIN Raden Mas Said, Surakarta pada 18-21 Januari 2022 itu diikuti oleh Kepala PSGA UIN Suska Riau, Mustiqowati Ummul Fithiyyah.
Mustiqowati menyampaikan acara tersebut bertujuan merancang dan mengimplementasikan kampus responsif gender. Ia melanjutkan setidaknya ada sembilan indikator PTRG yang digunakan sebagai acuan untuk dikaji pada acara tersebut.
"Berdirinya PSGA, Profil Gender, SK Rektor tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) perguruan tinggi, standar mutu pendidikan yang responsif gender, standar mutu pengabdian masyarakat yang responsif gender, tata kelola perguruan tinggi yang responsif gender, peran serta civitas akademika dalam perencanaan evaluasi tindak lanjut Tri Dharma Perguruan Tinggi yang responsif gender, dan zero tolerance kekerasan terhadap perempuan dan laki-laki," tuturnya, Sabtu, 22 Desember 2022.
Ia menyampaikan acara tersebut bentuk ikhtiar PSGA di Indonesia dalam menerjemahkan secara lebih operasional, indikator perguruan tinggi responsif gender yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sebelumnya.
"Setelahnya, kami harus bersama-sama dengan seluruh elemen, untuk bergerak agar dapat mengimplementasikan indikator perguruan tinggi yang responsif gender dengan baik," kata Mustiqowati.
Ia pun berharap persamaan persepsi di antara pimpinan perguruan tinggi menyoal isu-isu gender dan keadilan gender. Dengan begitu, lanjutnya, perguruan tinggi dapat
Mustiqowati berharap adanya persamaan persepsi antar pimpinan di perguruan tinggi menyoal isu gender dan kesetaraan gender. Dengan begitu, lanjutnya, perguruan tinggi dapat menumbuh kembangkan perspektif gender.
"Kemudian tersusunnya dokumen pengarusutamaan gender, lahirnya kebijakan responsif gender dan terwujudnya perguruan tinggi yang zero tolerance terhadap kekerasan dan pelecehan seksual," pungkasnya.