Laporan Linda Mandasari
RIAUONLINE, PEKANBARU-Basiacuong merupakan bagian adat dan tradisi masyarakat limo koto Kampar yang diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu.
Si Acong berasal dari kata sanjung menyanjung dari satu pihak ke pihak lain yang biasanya diwakili oleh Ninik mamak dari suatu suku yang berbincang atau mereka yang karena kedudukannya diberi kesempatan untuk berbicara.
Saat ini Riau Online akan membahas mengenai Riau, Tradisi Basiacuong Masyarakat Adat Limo Koto Kampar. Simak ulasannya berikut ini.
1. Pelaksanaan Basiacuong
Biasanya basiacuong dilaksanakan pada acara peminangan, peresmian pernikahan dengan cara sebagai berikut:
a. Ninik mamak pengantin laki-laki bertanya kepada orang limbah buat pengantin perempuan mengenai kepada siapa dia memulai basiacuong.
b. Setelah menjawab pertanyaan tersebut, Ninik mamak pengantin laki-laki akan dituang dalam rangka penyerahan tepak, yang disebut dengan basiacuong ulur tepak.
c. Setelah acara penyerahan tepak selesai, berikutnya dilanjutkan dengan makan bersama yang didahului oleh basiacuong oleh orang limbago.
d. Berikutnya dilanjutkan dengan penyerahan kemenakan atau pengantin laki-laki kepada Ninik mamak pihak perempuan.
e. Selanjutnya pihak Ninik mamak laki-laki kembali menanyakan tentang tanda peminangan kepada Ninik mamak pihak perempuan yang disebut dengan pembalikan tanda.
f. Sebagai akhir dari upacara adat basiacuong dalam pernikahan untuk pamit meninggalkan tempat acara dan pulang ke rumah masing-masing oleh pihak Ninik mamak pihak laki-laki dengan basiacuong.
Selain pada acara perkawinan basiacuong juga dilaksanakan pada acara yaitu, pada acara khitanan, penobatan Ninik mamak, acara kenduri dalam berbagai bentuk, dan sebagainya.
2. Pesan-pesan moral Basiacuong
Riau, Tradisi Basiacuong Masyarakat Adat Limo Koto Kampar selanjutnya adalah pesan-pesan moral basiacuong. Basiacuong selain sebagai tradisi yang turun-temurun dilaksanakan di daerah 5 koto Kampar dia juga berfungsi untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan norma-norma tertentu untuk masyarakat.
Disamping itu basia cowong dapat mendorong masyarakat terampil berbicara. Dalam menuturkan kata, maka haruslah tersusun rapi. Karena mulut merupakan senjata ampuh dalam menundukkan orang lain tetapi mulut juga dapat melukai hati orang lain seperti pepatah mengatakan mulutmu harimaumu.
Kondisi sosial dalam arti berbagai sifat dan tradisi kehidupan orang Melayu memperlihatkan bagaimana sastra merupakan suatu seni budaya yang begitu terbuka lebar untuk berkembang dalam kehidupan orang Melayu dan memberi uang yang subur bagi sastra untuk hidup dalam budaya Melayu.
Kita bisa melihat bagaimana tingkat emosi orang Melayu yang menyebabkan kadar perlambangan dan simbolik cukup menonjol dalam pemeliharaan bahasa mereka. Sifat bahasa serupa itu terutama digunakan untuk menghindari gaya yang kasar dalam pergaulan sosial serta dalam penyampaian sesuatu.
Ada semacam kecenderungan yang kuat dari gaya berkomunikasi orang Melayu untuk tampil dalam gaya yang sehalus mungkin. Bahasa Selatan identik dengan keharusan, seperti tercermin dalam ungkapan tidak tahu bahasa.
3. Implementasi Tradisi Basiacuong
Tradisi basiacuong merupakan tradisi yang dilakukan untuk memberi dan meminta sesuatu kepada pihak lain dengan cara sebaik-baiknya.
Pelaksanaan yang telah diatur sedemikian rupa sehingga orang yang melanggar dianggap telah melanggar peraturan adat dan dapat dikatakan tidak sopan. Pengaturan tempat duduk saja contohnya telah diatur, sehingga satu pihak dengan pihak lain tidak campur baur.
Kemudian bagaimana pula berdiri bagaimana memulai berbicara kemudian menjawab pembicaraan orang lain dan lain sebagainya.
Kemudian dari tata cara pelaksanaan basiacuong itu orang berperan sebagai pembicara dan para hadirin yang mengikuti upacara tersebut haruslah duduk dengan baik pada tempat yang telah diatur sebelumnya. Kalau orang ipar yang datang harus duduk pada tempat duduk orang semenda yang datang, begitu juga orang Semendo yang menanti.
Mereka duduk dalam keadaan bersila dan bersimpuh, ini memperlihatkan bagaimana sopan santun duduk bersama orang lain.
Kesopanan juga tergambar pada teks basiacuong di mana dalam teks bahasa Aceh yang memuat ibarat, kiasan dan perumpamaan karena orang Melayu tradisional cenderung mengungkapkan pikiran dengan memakai perlambangan. Jadi tidak langsung menyebutkan sasaran dari pada objek pikiran itu. Jika dikatakan secara langsung maka dikhawatirkan akan menyinggung perasaan.
Sesuatu yang kasar hanya layak untuk binatang terhadap manusia cukuplah perlambangan saja karena itu ada peribahasa kerbau tahan palu manusia tahan kias. Bahasa dipandang oleh orang Melayu sebagai pancaran budi pekerti, gambaran batin yang terlukis dalam penampilan tutur bahasa.
Sekian informasi mengenai Riau, Tradisi Basiacuong Masyarakat Adat Limo Koto Kampar. Semoga informasi yang telah Riau Online berikan bermanfaat bagi pembaca.