RIAUONLINE, PEKANBARU - Puncak masa pergolakan daerah Riau pada tanggal 15 Februari 1958 meletuslah Pemberontakan PRRI diprakarsai oleh Dewan Banteng. Yakni dengan diproklamasikan berdirinya PRRI melalui RRI di Bukittinggi. Kondisi ini berlangsung sampai tahun 1959. Sejarah melayu Riau berawal dari kondisi Riau sebagai provinsi baru dalam suasana pergolakan PRRI tersebut sangat berpengaruh terhadap jalannya pemerintahan berupa beberapa diantaranya kondisi keamanan masih terganggu, keadaan politik yang masih labil, kekurangan pembantu yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup berpengalaman dalam pemerintahan dan keadaan geografis.
Pemerintah RI terus berupaya melakukan antisipasi keamanan bagi masyarakat. Namun kondisis keamanan belum dapat pulih sepenuhnya karena masih banyak gangguan terutama para pemberontak PRRI yang masih terus melakukan aktivitasnya. Gangguan-gangguan tersebut dapat dibagi sebagai berikut :
1. Gangguan keamanan yang bersifat politis
Kegiatan ini dilakukan terutama di daerah perbatasan dengan Sumatera Barat, Tapanuli, dan Jambi. Seperti di Kewedanan Bangkinang, Pasir Pangarayan, Teluk Kuantan (Indragiri) dan Bagansiapi-api. Gangguan-gangguan ini dalam bentuk penyerobotan pada tempat-tempat yang penjagaannya lemah, perampasan dan pembakaran kampung-kampung serta merajalelanya penyelundupan-penyelundupan ke Malaya dan Singapura.
2. Kriminalitas baik dari dalam maupun luar negeri
Dalam menghadapi kriminalitas yang dilakukan oleh para bajak laut, maka Pemerintahan Provinsi Riau meminta perhatian khusus dari Konsul Jenderal di Singapura melalui surat No. 1992/9/Rhs tanggal 6 November 1959 yang tembusannya disampaikan kepada Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
3. Arus migrasi yang semakin meningkat
Provinsi Riau kebanjiran para pendatang dari luar daerah, karena tertarik dengan alat tukar berupa uang dolar, sehingga menyebabkan terjadinya pengangguran. Pergolakan PRRI masih tetap berlangsung di seluruh Riau, baik Daratan maupun Kepulauan, daerah Riau terbagi atas dua daerah Hukum Militer, yaitu daerah Peperda Swantantra Tingkat I Riau dan daerah Peperda Swantantra Tingkat II Kepulauan Riau.
Salah satu bagian dari sejarah melayu Riau selanjutnya yaitu ketika menghadapi situasi bahwa pemerintah RI menghendaki segera dibebaskan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh pemberontak PRRI. Selanjutnya pemerintah pusat menugaskan RPKAD (Resimen Komando Angkatan Darat) di bawah pimpinan Kaharuddin Nasution untuk merebut kembali kota Pekanbaru.
Mari kita kenali fakta dari sosok Kaharuddin Nasution, gubernur Riau yang memiliki peranan terpenting dalam merebut kembali kota Pekanbaru.
1. Putra kelahiran Medan
Kaharuddin Nasution lahir di kota Medan 25 Juli 1925, masa pengabdiannya sebagai prajurit TNI banyak dihabiskannya di luar kampung halamannya yaitu kota Medan. Walaupun kemudian Kaharuddin sempat bertugas sebagai Gubernur Sumatera Utara periode 1983-1988. Kaharuddin pernah memperoleh pendididkan di INS kayu tanam di bawah asuhan Muhammad Syafei.
2. Memulihkan keamanan
Pada tanggal 12 Maret 1958, Letkol Kaharuddin Nasution selaku komandan Resimen Baret Merah RPKAD, diterjunkan di Pangkalan Udara Simpang Tiga Pekanbaru bersama pasukannya untuk memulihkan keamanan di kawasan ini dari situasi perang saudara dengan PRRI. Kaharuddin berhasil mengendalikan keamanan tanpa perlawanan dan pertumpahan darah.
3. Menyelundup masuk tentara
Karir Kaharuddin di militer diawali saat ia masuk tentara, setelah memasuki pendidikan pelayaran pada masa Pemerintahan Jepang, Jepang merekrutnya menjadi pasukan balatentara Jepang. Saat Kaharuddin sampai di Tokyo pada tahun 1945, ia menerima berita bahwa Indonesia telah merdeka. Seketika itu ia langsung meninggalkan pasukan dan berlayar menumpang kapal kargo sampai di Syo Nan To (Singapura) kemudian ia diam-diam berlayar menuju Jakarta.
Sekian informasi mengenai sejarah melayu Riau dengan perjuangan rakyat Riau pada tahun 1942-1968 pada masa pergolakan Riau, semoga informassi yang Riau Online memberikan manfaat dan menambah wawasan pembaca.
Artikel ini disadur dari buku sejarah perjuangan rakyat Riau 1942-2002