Kritisi Pemerintah Soal Karhutla, Mantan Petinggi Soroti Kebijakan Jikalahari

kebakaran-lahan2.jpg
(istimewa)

Mantan Petinggi Soroti Kebijakan Jikalahari Kritisi Pemerintah


RIAU ONLINE, PEKANBARU-Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) periode 2011-2013, Fadil Nandila, menyoroti langkah penerusnya di NGO lingkungan tersebut dalam mengkritisi permasalahan kebakaran hutan dan lahan di Bumi Lancang Kuning.

Fadil melihat, Jikalahari sedang melakukan framing kepada masyarakat Riau, nasional, termasuk dunia bahwa pemerintah takut terhadap korporasi atau perusahaan.

"Saya melihat, Jikalahari melakukan framing institusi pemerintah, kepolisian, takut terhadap korporasi, serta sudah terbeli oleh korporasi. Nuansanya seperti sedang membangun gerakan ketidakpercayaan publik kepada pemerintah. Ini jelas salah," ungkap Fadil, Sabtu 3 Oktober 2020.

 

Padahal, tutur aktivis lingkungan hidup ini, jika institusi kepolisian di-framing tidak mampu menegakkan hukum, maka akan terjadi ketidakpercayaan publik kepada hukum. Jika itu terjadi, Indonesia sebagai negara hukum, juga akan runtuh.



Fadil menjelaskan, tidak mungkin seorang Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, pencetus aplikasi dashboard Lancang Kuning yang kemudian diadopsi menjadi Lancang Kuning Nasional, main-main dalam penegakkan hukum kasus Karhutla.

"Darimana Jikalahari tahu Polda Riau tak melakukan proses penyelidikan kasus Karhutla di Riau? Sebaiknya, Jikalahari berdiskusi, dengan motivasi penegakan hukum, dan harus menyadari kepolisian memiliki prosedur kerja proses hukum," jelasnya.

Dari data ia peroleh, selama Irjen Pol Agung Setya menjabat Kapolda Riau, jumlah kasus perkara Karhutla 56 perkara dengan sudah Tahap II dikirim ke jaksa sebanyak 50 Kasus.

Tak hanya itu, perusahaan atau korporasi yang disidik sebanyak 2 Kasus dengan jumlah tersangka 65 orang. Dari jumlah tersebut, sudah dilimpahkan ke kejaksaan mencapai 56 orang, serta tersangka masih proses sidik 10 perkara.

Fadil mencoba menceritakan apa yang dilakukan Jikalahari kurun waktu 2006-2008 ketika berkolaborasi dengan Polda Riau, dalam penegakan hukum illegal logging.

Sebaiknya, jelas aktivis di Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) ini, Jikahari sekarang harus merawat kerjasama dengan institusi pemerintah. Bukan sebaliknya, mempromosikan ketidakmampuan dan mengkapitalisasinya demi keuntungan diri sendiri.

 

"Karena menyalahkan saja atau promosi ketidakmampuan institusi pemerintah, tidak akan menyelesaikan masalah Karhutla lahan gambut di Riau," jelas Fadil.

Ia menyarankan, Jikalahari dan Polda Riau mendiskusikan hal ini, bukannya justru meminta Kapolri menegur Kapolda Riau dengan motif menggiring opini pemerintah, hingga seolah-olah Kapolri hingga Presiden pun takut pada korporasi