RIAU ONLINE, RENGAT - Pengunduran diri 64 kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) se-Kabupaten Indragiri Hulu ternyata bukan isapan jempol.
Para Kepala Sekolah (Kepsek) itu mundur disebut-sebut akibat tertekan dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di masing-masing sekolah.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Indragiri Hulu (Inhu), Ibrahim Alimin membenarkan mundurnya 64 Kepsek secara serentak tersebut.
"Pemkab Inhu belum memberikan keputusan (pengunduran diri) para Kepsek tersebut. Itu (mundur) Kepsek benar adanya," ungkap Plt Kadisdik Inhu, Ibrahim Alimin, kepada kontributor Selasar Riau, Kamis 16 Juli 2020.
Ia menjelaskan, para Kepsek tersebut menuliskan surat pengunduran diri secara resmi, kemudian menekennya di atas materai.
Tak hanya menulis, dan meneken surat mundur saja, berkas ke-64 Kepsek tersebut dikumpulkan dalam satu tas warna merah, kemudian diantarkan ke kantor Disdikbud Inhu.
"Tas berkas ini saya terima Selasa siang," jelas Ibrahim.
Hingga kini, ia belum bisa menjelaskan secara jelas kenapa ke-64 Kepsek mundur. Namun, sesuai isi surat disampaikan, mereka merasa tidak tenang serta nyaman dalam menjalankan tugas sebagai kepala sekolah.
Di dalam surat diteken para Kepsek itu, tertulis mereka merasa tertekan dalam pengelolaan dana BOS. Malahan, ke-64 Kepsek tersebut meminta agar ditugaskan kembali sebagai guru biasa.
Informasi diperoleh, dalam surat pernyataan pengunduran diri, hampir setengah dari para Kepsek melampirkan SK pengangkatan sebagai kepala sekolah serta pangkat terakhir.
Sementara itu, satu dari 64 kepala sekolah menyatakan mundur, A, menjelaskan, sebagai pimpinan di sekolahnya, mereka selama ini mendapat tekanan dari berbagai pihak dalam pengelolaan dana BOS.
"(kelola) dana BOS cukup berat. Kami kerap disalahkan, tak jarang kami sering mendapat surat dari LSM. Surat tersebut kemudian diteruskan ke aparat penegak hukum, malahan ke Kejaksaan," kata A.
Padahal, tuturnya, selama ini, dalam pengelolaan Dana BOS, Sekolah hanya memegang petunjuk teknis dari pusat. Sayangnya, aturan turunan mengatur itu, tidak dipegang sekolah hingga sekarang.
Alasan itulah, jelasnya, membuat sekolah selalu disalahkan. "Mereka bisa menengok penggunaan dana BOS itu melalui online," kata A.
Ia juga mengatakan, dirinya pernah diperiksa aparat penegak hukum sekitar 2018 dan 2019 lalu. Pemeriksaan institusi penegak hukum ini membuatnya trauma, sehingga mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala sekolah.
"Sekolah kami sudah berulang kali mendapat penghargaan, tapi kami masih dibebankan seperti ini. Kami takut menyalahgunakan jabatan kami, ini amanah," pungkasnya.
Ia mencontohkan apa dialaminya saat membeli buku-buku pelajaran Kurikulum K-13. "Waktu itu baru kami menerapkan K13, kami dituduh terlalu banyak melakukan pembelian atau kami dituduh penggelembungan (mark up)," kata A.
Tak hanya pembelian dan tuduhan penggelembungan, juga soal kegiatan ekstrakurikuler yang banyak diselenggarakan di sekolah ia pimpin. "Mereka mempertanyakan kok banyak sekali," kata kepsek tersebut.