Laporan: ROBI SUSANTO
RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN - Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kuansing menyoroti tidak tuntasnya pekerjaan pembangunan gedung dua lantai Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan gedung tiga lantai rawat inap di RSUD Teluk Kuantan.
Melalui juru bicaranya Hamzah Alim, Fraksi Demokrat meminta penjelasan Pemkab Kuansing terkait keterlambatan pekerjaan proyek pembangunan IGD dan gedung rawat inap di RSUD Teluk Kuantan.
Pasalnya, kegiatan tersebut sudah diberi penambahan waktu pengerjaan 50 hari kelender, namun bangunan IGD yang dianggarkan dengan nilai kontrak lebih kurang Rp 7,2 miliar realisasi keuangannya hanya lebih kurang Rp 6,020 miliar atau 78,83 persen dan fisik 80 persen.
Dan untuk gedung tiga lantai rawat inap, disampaikan Hamzah Alim, yang dianggarkan lebih kurang Rp 14,9 miliar dengan realisasi keuangan lebih kurang Rp 8,2 miliar atau 55,28 persen dan realisasi fisik sekitar 50 persen.
"Proyek yang dianggarkan dari APBD Kuansing ini seharusnya sudah selesai pada 23 Desember 2019 lalu," kata Hamzah Alim saat menyampaikan pandangan umum fraksinya melalui sidang paripurna, Senin, 29 Juni 2020 lalu.
Dengan keterlambatan tersebut, Fraksi Demokrat menilai, pejabat penandatanganan kontrak dapat memberikan sanksi berupa pemutusan kontrak secara sepihak sebagaimana diatur dalam lampiran LKPP Nomor 9 Tahun 2018.
Kemudian ini juga tertuang dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah pada pasal 78 ayat 3 poin (F) juga mengatur mengenai keterlambatan peyelesaian pekerjaan sesuai dengan kontrak.
Dan pada pasal 78 ayat (5) juga mengatur terkait pengenaan sanksi daftar hitam dan pada pasal 79 ayat (4) dan (5) juga mengatur tentang pengenaan sanksi denda keterlambatan.
Dalam pandangannya, Fraksi Demokrat juga mempertanyakan kepada Pemkab Kuansing sudah sejauh mana pemberlakuan atau penerapan peraturan tersebut dalam kasus ini atau kontrak lain yang dianggarkan dalam APBD TA 2019. "Mohon ini dijelaskan," kata Hamzah Alim.
Selanjutnya, terkait masalah denda keterlambatan pengerjaan oleh penyedia jasa. Sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam pasal 78 ayat (5) huruf f sanksi denda keterlambatan ditetapkan PPL dalam kontrak sebesar 1 0/00 (satu permil) dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan.
Menurut Fraksi Demokrat, denda keterlambatan merupakan suatu hukuman yang harus dibayar oleh pelaksana pekerjaan akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang mengakibatkan kerugian pengguna anggaran, karena nilai manfaat dari pekerjaan terlambat dinikmati pengguna dalam hal ini masyarakat Kuansing.
Fraksi meminta Pemda untuk menyampaikan data pengerjaan yang tidak mencapai target sesuai kontrak, serta sudah sejauh mana upaya pemerintah dalam penerapan sanksi dan denda. Dan seberapa besar denda yang masuk ke kas daerah terutama dari denda keterlambatan pengerjaan TA 2019.
Diberitakan sebelumnya, untuk gedung dua lantai Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan kegiatan pembangunan dan rehabilitasi RS/Kab/Kota dan Provinsi (DAK) dengan pekerjaan rehabilitasi IGD dikerjakan oleh PT Andika Utama dengan Konsultan Pengawas Gita Lestari Consultan.
Pekerjaan dengan nomor kontrak 445/RSUD-TU/2019/1027 dengan nilai Rp 7.276.556.000,00. Pekerjaan ini dengan tanggal kontrak dimulai 23 Juni 2019 - 23 Desember 2019 dengan sumber dana APBD Kabupaten Kuansing.
Kemudian untuk gedung rawat inap sendiri menghabiskan anggaran lebih kurang Rp 14 Miliar. Dari laman LPSE Kabupaten Kuansing proyek tersebut dimenangkan PT Putra Meranti yang merupakan perusahaan asal Pekanbaru.
Pekerjaan pembangunan proyek miliaran rupiah tersebut kabarnya tidak tuntas dikerjakan pada 2019 lalu meskipun sudah diberi tambahan waktu 50 hari. Hingga kini dua bangunan tersebut belum bisa dimanfaatkan.