Ida Buka-bukaan RPJMD, Potensi Masuk Ribuan Tenaga Kerja Asing

ida-yulita.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Delapan belas orang anggota DPRD Kota Pekanbaru yang menolak revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) diundang oleh Komisi Informasi (KI) guna menjelaskan kabar simpang siur di tengah masyarakat.

Saat ini DPRD Pekanbaru tengah terbelah antara yang mendukung revisi RPJMD dan menolak RPJMD Kota Pekanbaru.

Salah seorang anggota DPRD Pekanbaru, Ida Yulita Susanti kepada Riau Online mengatakan, dia dan rekan-rekannya diundang KI untuk menjelaskan statementnya tentang proyek triliunan dari RPJMD ini.

"Kami diundang, di dalam tadi KI mengapresiasi kami yang berani mengungkap data ke masyarakat, karena KI juga mengakui kalau Pemko Pekanbaru kurang transparan. Saya gak mau asal ngomong doang, saya punya dokumen lengkap," kata Ida, Selasa, 19 Mei 2020.

Dijelaskan Ida, dalam RPJMD itu terdapat upaya menjalin kerjasama dengan investor asing, yaitu perusahaan asal China. Parahnya, dalam kerjasama investasi ini hanya boleh melibatkan 500 tenaga lokal, sedangkan 7500 memakai tenaga asing.



"Bayangkan bagaimana masyarakat pribumi nanti akan jadi bumper karena tanahnya dikuasai asing," tegasnya.

Kemudian, Pemko dinilai Ida juga ngotot dalam merevisi RPJMD ini karena proyek multiyears Walikota yang baru akan berakhir tahun 2020 ini. Artinya, tahun 2021 tidak ada lagi pembangunan di daerah tersebut.

Multiyears ini terdiri dari multiyears pembangunan Kantor Walikota yang baru, pembangunan Jalan Badak dan Jalan Lingkar 50.

"Makanya sangat tinggi kepentingan Pemko di sini, kalau tak direvisi RPJMD-nya, ya tahun 2021 gak bisa lagi dilanjutkan. Sampai tahun ini saja sudah habis anggaran Rp 1,4 T, itupun tak tuntas " tuturnya.

Saking ngototnya Pemko dengan kepentingan RPJMD ini, Pemko dan Pansus RPJMD bisa menyelesaikan pembahasan hanya dalam waktu satu minggu hingga ketok palu.

Padahal, untuk multiyears ini sendiri sampai sekarang masih menyisakan banyak persoalan, salah satunya lahan yang tumpang tindih, karena lahan disana mayoritas masih berstatus Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) bukan Surat Hak Milik (SHM).

"Sangat banyak persoalan di sana, dalam Permendagri nomor 86 jelas disebutkan bahwa RPJMD ini tidak bisa direvisi. Tak mungkin kami mengesahkan barang yang jelas menentang regulasi," tutupnya.