RIAU ONLINE, PEKANBARU - DPRD Riau dan Pemprov Riau akhirnya mengambil sikap tegas terhadap Lippo Karawaci selaku pemilik hotel Aryaduta yang sudah terlalu lama menganggap remeh Riau.
Pasalnya, hingga hari ini Lippo belum mau melakukan addendum terhadap kontrak kerjasama Hotel Aryaduta, dimana Pemprov Riau merupakan pemilik lahan dari hotel yang berada di jalan Diponegoro ini.
"Kemarin semua sudah hadir, Biro Hukum, Biro Ekonomi, Satpol PP, Inspektorat dan lainnya. Sampai hari ini belum ada perkembangan, makanya kita minta pemutusan kontrak, semua sudah sepakat," kata Ketua Komisi III DPRD Riau, Husaimi Hamidi, Selasa, 4 Februari 2020.
Padahal, sambung Husaimi, Pemprov Riau sudah melakukan negosiasi dalam jangka waktu yang cukup lama, yakni lima tahun. Namun, Lippo juga tidak menyambut baik pengorbanan waktu Pemprov ini.
"Lima tahun waktu yang lama, kalau anak yang baru lahir, udah lari-lari dia. Artinya kita ini dianggap remeh, bukan gubernur yang dianggap remeh, tapi rakyat Riau," tambahnya.
Lamanya nego ini, Husaimi menduga ada permainan antara oknum-oknum tertentu dengan Lippo, atau karena memang Pemprov tak merasa sebagai pemilik aset di Riau ini.
"Apakah ada permainan atau memang tak ada rasa tuan-tuan memiliki Riau ini, mustahil Riau ini bisa maju kalau untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) saja tidak bisa," tegasnya.
Adapun akibat dari pemutusan kontrak ini, Hotel Aryaduta akan berhenti operasionalnya, baik operasional kamar, meeting room hingga ballroomnya.
Sebelumnya, Komisi III DPRD Riau membidangi pendapatan tetap dengan kesepakatan semula untuk menutup sementara hotel Aryaduta karena tidak adanya titik temu antara Lippo Group selaku pemilik hotel Aryaduta dengan Pemprov Riau selaku pemilik lahan.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisi III dalam ekspose bersama wartawan di ruang komisi III DPRD Riau, Senin, 20 Januari 2020.
Wakil ketua Komisi III, Karmila Sari mengatakan, pihaknya sudah terlalu sabar untuk menunggu kehadiran direksi atau komisaris dari Lippo Group guna membahas addendum kontrak kerjasama Pemprov dengan Lippo Group.
"Tapi malah yang mereka utus manager legalnya. Kita kan maunya direksi atau komisaris jadi mereka bisa mengiyakan permintaan kita. Soalnya ini sudah terlalu lama, sejak 2016," kata Karmila, Senin, 20 Januari 2020.
Dijelaskan Karmila, selama ini pendapatan Pemprov atas lahannya yang dipakai Aryaduta hanya diambil angka minimal dari Lippo yakni 200 juta pertahun.
Hal serupa juga disampaikan Sekretaris Komisi III, Eva Yuliana menuturkan pihaknya sudah menerima surat dari Biro Ekonomi yang menyebutkan bahwa penutupan akan dilakukan pada akhir bulan Januari 2020.
"Jadi kalau sampai tanggal 31 Januari tidak ada kepastian, kita harus tegas untuk menutup itu. Kalau perlu, dalam hearing yang akan datang kita akan memanggil kepala daerah supaya tau masalah ini," pungkasnya.
Disisi lain, anggota komisi III lainnya Sofyan Siroj Abdul Wahab juga menjelaskan komisi III mempunyai perhatian serius kepada PAD Pemprov Riau agar keadilan dan kesejahteraan masyarakat Riau terwujud melalui PAD.
"Kita berkomitmen untuk meningkatkan PAD maka mindset pemprov di harapkan berubah sejalan dengan komisi III untuk mendapatkan hasil PAD yang maksimal," jelasnya.