Penyelsaian Konflik Lahan Warga Dengan PT SBP di DPRD Pelalawan Tak Jelas

ilustrasi-konflik-lahan.jpg
(net)

Laporan: RISKI APDALLI

RIAUONLINE, PELALAWAN - Konflik masyarakat empat desa di Kecamatan Pangkalan Kuras dengan PT Surya Bratasena Plantation (SBP) kini dianggap masyarakat tempatan sebagai gejolak yang tertunda. Pasalnya kasus dengan lahan 844 Hektare (Ha) itu kini tidak memiliki ujung yang jelas.

Dari keterangan salah seorang warga Desa Batang Kulim yang ingin namanya dirahasiakan dalam pemberitaan, saat ini masyarakat masih menunggu hasil perjuangan mereka sebelumnya, alias Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang pernah dilakukan di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pelalawan.

Menurutnya, RDP terakhir kali dilakukan antara masyarakat dengan pihak SBP pada akhir tahun 2018, namun setelah itu tidak ada lagi kabar hingga saat ini, kendati demikian masyarakat tidak akan lupa dengan konflik antara masyarakat empat desa dengan perusahaan.

“Kami masyarakat empat desa belum mengetahui apa keputusan atau hasil dari RDP itu, ada kabar permasalahan itu sudah selesai oleh pemangku jabatan saja. Buat kita tidak ada masalah, kita melihat permasalahan ini pada akhirnya akan menjadi gejolak. Kita tunggu saja,” bebernya.

Disisi lain, mantan Wakil Ketua DPRD Pelalawan, Supriyanto, SP yang menjadi pimpinan RDP kepada RiauOnline.co.id mengaku tidak mengetahui perkembangan konflik antara masyarakat dan SBP, karena rapat itu berada di ujung masa jabatan anggota DPRD periode 2014/2019.



“Dalam rapat terakhir saya mengusulkan untuk membentuk Pansus, tujuannya agar permasalahan itu terang benderang, tapi usulan itu tidak didukung penuh oleh anggota yang ada,” ulasnya.

Supriyanto menerangkan bahwa, konflik masyarakat dengan SBP tersebut memang terdapat kejanggalan, di mana lahan yang berada di luar HGU itu sudah diubah menjadi Hutan Pengelolaan (HPL) pada tahun 2016, sehingga pelanggaran perusahaan itu bisa diurus izinnya.

Perubahan tentunya ada, katanya, keterlibatan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pelalawan.

“Saya melihat ada penzhaliman terhadap masyarakat, dengan berubahnya peruntukan lahan itu, maka ada kesempatan perusahaan untuk mengurus kebun mereka yang berada di luar HGU itu. Agar kejanggalan itu dibuka, makanya saya usulkan untuk dibentuk Pansus, tapi tidak ada dukungan,” terang Politisi PDIP ini.

Lebih detail ditambahkannya, mengenai isu tidak sedap tentang penyelesaian konflik hanya dilakukan pada tingkat pemangku jabatan dan bagi-bagi lahan yang bermasalah tersebut ditegaskan Supriyanto bahwa hal itu tidak benar.

“Saya berani bersumpah disambar petir kalau saya berbohong. Saya juga berani bersumpah bahwa saya tidak menerima apapun dari perusahaan. Karena usai rapat terakhir itu saya langsung berangkat umroh. Kita berharap perusahaan bisa memberikan hak masyarakat,” pungkasnya.

Selain itu, mantan Ketua DPRD Pelalawan, Nazaruddin, SH, MH mengaku bahwa upaya penyelesaian konflik itu tetap berlanjut, hanya saja politisi Golkar itu mengaku cukup kesal dengan pihak perusahaan karena hanya mengirim orang yang tidak berkompeten.

“Tetap berlanjut, dalam beberapa pertemuan dengan masyarakat dan perusahaan, terakhir saya lupa kapan waktunya, tapi pihak perusahaan selalu mengutus anggota yang tidak bisa mengambil keputusan,” tandasnya.