RIAUONLINE, BOGOR - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu mengeluarkan rilis tentang temuan yang dilakukan terhadap industri sawit di Indonesia. Menurut Rizal Djalil Anggota IV BPK RI, ditemukan bahwa ada perusahaan yang beroperasi namun belum memiliki HGU, plasma yang belum dibangun, tumpang tindih lahan usaha perkebunan, serta minimnya perusahaan sawit yang tersertifikasi ISPO. Temuan ini tentu sangat mengecewakan dan sekaligus membuktikan banyaknya temuan yang sudah disampaikan oleh NGO kepada pemerintah terbukti dengan laporan BPK.
Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch menyampaikan keprihatinanya terhadap temuan ini. “Apa yang ditemukan oleh BPK, sudah sejak lama kami sampaikan kepada pemerintah atau pun masyarakat umum. Bahwa banyak perusahaan yang beroperasi tanpa HGU, tidak melaksanakan kewajiban pembangunan kebun plasma atau tumpang tindih perijinan, ini merupakan cerita kelam yang sudah terjadi sejak industri ini berkembang hingga saat ini. Jadi sekali lagi kami ingin menyampaikan bahwa, kami tidak asal bicara tanpa bukti, temuan BPK saat ini sudah sering kami sampaikan tetapi selalu dituduh kami melakukan kampanye hitam. Sekarang lembaga negara sendiri yang membuktikan pembicaraan kami, apakah mau dibilang lembaga ini melakukan kampanye hitam?,” tegas Inda.
Temuan lain yang disampaikan adalah banyaknya perusahaan perkebunan sawit yang belum tersertifikasi ISPO. ISPO sudah terbentuk sejak 2010 lalu, namun hanya terdapat 413 perusahaan dari 2.528 perusahaan sawit yang terdaftar di Kementerian Pertanian yang sudah tersertifikasi ISPO. Capaian ini dapat dikatakan hanya kurang dari 20%, jadi pertanyaannya kemudian apakah selama 9 tahun hanya ini kerja yang dilakukan ISPO atau sebaliknya perusahaan sawit di Indonesia yang tidak taat hukum.
Inda melanjutkan, “Temuan ini mengamini bahwa perusahan perkebunan sawit di Indonesia tidak taat aturan dan hukum sesuai regulasi yang ada. Menurut pemerintah standar ISPO telah merujuk pada semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah selalu menggaungkan ISPO sebagai standar yang baik tapi faktanya hanya sedikit perkebunan sawit yang sudah tersertifikasi ISPO. Ini artinya perusahaan perkebunan sawit melakukan pembangkangan terhadap peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah,”terang Inda.
“Terlepas dari kritik terhadap ISPO, kami harap sertifikasi ini dapat memastikan perusahaan yang telah memiliki sertifikat ini benar-benar melakukan kepatuhan terhadap standar dan norma keberlanjutan yang dibangun melalui ISPO. Karena yang tertuang dalam laporan BPK Laporan BPK menunjukkan ketidakpatuhan perusahaan terhadap kebijakan dan hukum di Indonesia,” jelas Inda.
Kami Sawit Watch memberikan kritik baik terhadap pemerintah sebagai pemberi izin atau regulator untuk melakukan law enforcement, maupun kepada perusahaaan atau pelaku industri sawit agar taat pada hukum yang ada untuk memastikan mereka melakukan praktik baik dalam berbisnis dan bertanggung jawab terhadap persoalan sosial dan lingkungan hidup. Sebagaimana visi misi Sawit Watch yang mendorong perbaikan tatakelola industri sawit yang berkeadilan sosial dan berkeadilan ekologis.
“Jadi kami berharap kepada pemerintah untuk segera mempercepat akselerasi INPRES No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium dan Evaluasi Sawit). Salah satunya dengan melakukan audit kebun dan menindaktegas semua perkebunan sawit yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Inda.