RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tak lebih dua pekan, nama Riau kembali membahana seantero negeri. Sayangnya, itu bukan untuk mengharumkan berupa prestasi, melainkan dua kepala daerah jadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penetapan kedua kepala daerah tersebut, menambah daftar panjang kepala daerah di Riau harus berurusan dengan lembaga anti-rasuah itu.
Pegiat Anti Korupsi Riau, Triono Hadi kepada RIAUONLINE.CO.ID, Jumat, 17 Mei 2019, mengatakan, Rencana Aksi (Renaksi) dicanangkan KPK saat Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) 2016 di Pekanbaru, tak mampu membuat kepala daerah kapok dan malu untuk berbuat korupsi.
Padahal, tuturnya, semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota dan bupati, berlomba-lomba menerbitkan SK untuk Renaksi pencegahan korupsi di daerah mereka pimpin.
Hasilnya? Riau, tutur Triono, kembali jadi pusat perhatian dengan penetapan tersangka Wali Kota Dumai dan Bupati Bengkalis kurun waktu 13 hari.
"Mereka secara sadar menyusun dan berkomtimen menjalankan Renaksi Anti-korupsi. Hasilnya, rencana aksi dijalankan, tapi korupsi juga masih jalan terus," kata Triono geleng-geleng kepala melihat pola tingkah Gubernur, Bupati dan Wali Kota di Riau.
Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau ini menyimpulkan, area pencegahan yang dikomitmenkan bersama-sama, bukan di area benar-benar menjadi ceruk korupsi, sehingga masih banyak ruang-ruang untuk itu.
Kedua, tuturnya, birokratnya atau pejabatnya memang sudah tidak punya kesadaran untuk tidak berkorupsi.
"Dalam hal lain, kasus korupsi yang sama dan berulang-ulang dengan modus berubah tidak jauh beda, itu menunjukkan pejabat-pejabat itu tidak punya malu dan rasa takut (untuk korupsi)," jelasnya.
Pekan pertama Mei 2019, 3 Mei 2019, KPK membuka kotak pandoranya dengan menetapkan Wali Kota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah (Zulkifli AS), sekaligus dalam dua kasus terkait proyek.
Kedua kasus tersebut, kasus pertama Wali Kota Dumai menyuap pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo senilai Rp 550 juta guna pengurusan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kota Dumai.
"Sedangkan untuk perkara kedua, gratifikasi. Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp 50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Tak mau berlama-lama, KPK kemudian menorehkan tinta hitamnya dalam sejarah di Bumi Melayu. Berselang 13 hari sejak penetapan koleganya sebagai kepala daerah di Riau Pesisir, giliran Bupati Bengkalis, Amril Mukminin, ditetapkan sebagi tersangka.
Amril ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil pengembangan kasus dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih tahun 2013-2015, di Kabupaten Bengkalis.
Dalam kasus itu, KPK baru menetapkan dua tersangka, yakni, Kepala Dinas PU Bengkalis 2013-2015 Muhammad Nasir dan Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction, Hobby Siregar.
Dari pengembangan kasus itu, KPK kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Baru untuk Bupati Amril Mukminin dalam kasus suap proyek pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning di Kabupaten Bengkalis. KPK menyangka Amril menerima Rp 5,6 miliar dari pihak PT Citra Gading Asritama selaku penggarap proyek.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, KPK sangat menyesalkan korupsi di sektor infrastruktur terjadi di Riau. Fasilitas jalan di Bengkalis, tuturnya, seharusnya dimanfaatkan untuk masyarakat, malah jadi bancakan pejabat Pemkab Bengkalis, pejabat lelang, politisi dan swasta.
"KPK mengajak masyarakat Bengkalis untuk mengawal proses hukum ini agar para pelaku korupsi diproses maksimal, dan uang mereka curi dikembalikan kepada warga melalui mekanisme keuangan negara," pungkasnya.