Laporan: EEFENDI
RIAU ONLINE, SIAK - Kunjungan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke Kabupaten Siak, Ahad (5/11/2017), tidak hanya menunaikan hajat orang tuanya, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang tak sempat masuk ke Istana Siak dan berziarah ke Makam Sultan Siak. Namun juga sebuah upaya mengasah sejarah bangsa ini karena sejarah adalah indentitas diri yang patut diketahui.
Sebuah bangsa yang besar, adalah bangsa yang mengenang jasa pahlawannya dan mengetahui historis lahirnya negeri tempat tumpah darah nenek moyangnya dalam merebut kemerdekaan, dan perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia ini tak bisa lepas dari Sultan Syarif Kasim II.
Bakti Siak kepada Indonesia, kata Bupati Siak, Drs H Syamsuar MSI, saat memberi sambutan ketika AHY bersilaturahami dengan ribuan masyarakat Siak di Taman Maharatu, diawali dari perjuangan Sultan Syarif Kasim II melawan penjajah di Riau, Sumatra Utara (Sumut) hingga ke Aceh.
Tak hanya itu, ketika pekik kemerdekaan itu mengaung di bumi nusantara ini pada tahun 1945, yang ditandai dengan Proklamasi yang didoktrin Soekarno-Hatta, Sultan Syarif Kasim meminta isterinya menjahit bendera merah putih lalu menaikkan bendera sang merah putih di halaman Istana Siak.
Kebesaran hati dan rasa nasionalisme Sultan Syarif Kasim terhadap bangsa ini tak sebatas itu, beliau juga menyerahkan kedaulatan Kerajaan Siak kepada Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang diterima Presiden RI pertama, Sukarno, di Jogyakarta.
Penyerahan kedaulatan itu ditandai memberi mahkota, Pedang Sultan, dan uang sebesar 13 juta golden. Padahal saat itu wilayah kekuasaan Siak yang merupakan kerajaan Melayu Islam, cukup luas. Namun demi kepentingan yang lebih besar lagi Sultan Syarif Kasim dengan kerendahan hati, dengan rasa nasionalisme yang tinggi dan terpatri di hati, dia rela menyerahkan harta dan nyawa untuk negeri bernama Indonesia.
Sejarah ini, kata Syamsuar, terasa berulang kembali dengan kehadiran AHY yang melakukan "ziarah bathin" ke Siak. Diawali bertamu ke rumah dinas Bupati Siak, kemudian makan siang selanjutnya bersama orang nomor satu di negeri istana itu, AHY berziarah ke makam pahlawanan nasional Sultan Syarif Kasim II yang merupakan Sultan Siak ke-12 (1892-1968).
Peristiwa di hari Minggu ini, sekaligus merenda sejarah menunjukkan keteladanan Sultan Syarif Kasyim yang patut ditauladani sebagai pejuang dan semangat nasionalisme sehingga AHY mengambil momentum sejarah kerajaan Siak untuk menunjukkan bahwa ini adalah Bakti Siak untuk Indonesia.
Sebagai kepala daerah, dalam menjalankan tugasnya, Syamsuar selalu menjadikan Sultan Syarif Kasyim sebagai suri tauladan. Sebab, tidak hanya rasa nasiolisme yang terus dipupuk sang sultan ketika itu namun rasa kebersamaan juga harus menjadi "panglima" dalam memberi pelayanan dan tidak mengenal suku serta agama sehingga persatuan itu terus terjaga.
"Zaman Sultan keragaman atau tolenransi itu sudah terpupuk. Dalam kebersamaan dan kesatuan, Sultan tidak mengenal suku dan agama. Bukti itu semua, zaman Sultan sudah ada Gereja dan Kelenteng di Siak. Hal ini selalu menjadi suri tauladan saya dalam memberi pelayanan kepada masyarkat," ungkap Syamsuar.
Karenanya, salah seorang tokoh masyarakat Siak, Wan Said, mengucapkan terima kasih atas lawatan AHY yang dinilai telah mengangkat nama Siak sehingga semakin bersinar di tingkat nasional.
"Dengan adanya kunjungan anak mantan Presiden SBY ke Siak ini selain mengangkat nama Siak sekaligus peduli terhadap lingkungan dengan menanam pohon dan menabur benih ikan patin," ucap Wan Said.
Menangkap dan "mengasah" sejarah kebesaran hati Sultan Syarif Kasim terhadap Indonesia, AHY berusaha mentauladaninya sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada pejuang nasional itu.
Bakti Siak untuk Indonesia pada saat ini yang dilakukan AHY, dengan berziarah ke Makam Sultan Syarif Kasim, mendoakan beliau agar jasanya diterima Allah dan menjadi amal ibadah. Kemudian suami Annisa Pohan ini menabur benih ikan patin sebanyak 20.000 ekor di Sungai Siak. "Semoga membawa manfaat untuk para nelayan," kata AHY seraya menabur benih ikan.
Setelah itu, anak sulung SBY ini "bertamu" ke Istana Siak. Di dalam "rumah" Sultan Siak itu AHY juga merenda sejarah orang tuanya yang membubuhi tanda tangan pada prasasti sebagai tanda restorasi atau pemugaran Istana Siak.
Wajah Sultan Syarif Kasim pun menjelma dalam bentuk lukisan, dan ini menjadi buah tangan yang diberikan Syamsuar kepada AHY. Begitu melihat wajah sang Sultan, AHY langsung berdecak kagum. "Ganteng banget Raja Siak," kata AHY spontan.
AHY sempat menelusuri Istana Siak yang bangunannya bergaya arsitektur Eropa, ditukangi Van de Worde kebangsaan Jerman. Sedangkan patung elang sebanyak 6 buah di atas istana itu dirancang oleh arsitektur Melayu ,Tengku Sulung, putra yang bergelar Tengku Sida Indra. Makna dari patung elang itu, melambangkan keberanian dan kekuatan bangsa Melayu.
AHY begitu kagum melihat barang-barang peninggalan kerajaan Sri Indrapura berupa kursi, keramik, dan keris.
Ada juga komet-- di dunia hanya ada dua satu berada di Siak satunya lagi di Jerman-- sejenis musik gramophone langka yang piringnya terbuat dari baja, berisikan instrumen-instrumen klasik Jerman abad VIII ciptaan Beethoven, Mozart, dan Strauss.
AHY pun ingin berbakti untuk masyarakat Siak dengan peduli terhadap lingkungan sehingga secara simbolis dia menanam pohon mentega di halaman Istana Siak, dan diikuti oleh yang lainnya. Lebih kurang 5.000 pohon yang ditanam bentuk wujud komitmen AHY Foundation sebagai Sahabat Bumi.
Bersama ribuan masyarakat Siak, seusai temu ramah, AHY melepas 1.000 balon berwarna merah dan putih sebagai simbol kesatuan dan persatuan Indonesia, di Taman Gedung Tengku Mahratu. Selain itu, AHY juga membagikan berbagai bibit buah-buahan kepada masyarakat Siak.
Dalam kegiatan temu masyarakat Siak, AHY mengatakan dia mengagumi keindahan dan kebersihan Kabupaten Siak yang juga kaya akan budayanya.
"Indah, asri, bersih, dan rapi. Masyarakat Siak juga ramah," puji AHY.
Ternyata, sambung AHY, benar apa yang dia baca dan apa yang diceritakan Pak SBY dan Ibu Ani kepadanya tentang keindahan Siak. "Memang Kabupaten Siak ini benar-benar penuh sejarah dan kaya akan budaya," katanya.
Tersebab Siak adalah kota asri, hijau, dan penduduknya ramah tamah sehingga hati AHY terpikat untuk datang kedua kalinya. Dia merasa belum cukup hanya tiga jam berada di Siak.
Siak, kata AHY, dengan keindahan nan asri sehingga nama daerah ini cukup ternama. Jadi, Siak bukan saja milik Provinsi Riau, namun lebih jauh lagi kota ini adalah milik Indonesia.
"Mengutip kata dan perjuangan Sultan Siak yang telah menyerahkan mahkota dan kedaulatannya, maka apapun kita serahkan untuk negara ini. Karenanya dengan kemajemukan bangsa ini, kita perlu bersilaturahmi," ucap AHY.
Sebelum meninggalkan Siak untuk kembali ke Jakarta, AHY mampir ke Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah yang merupakan ikon dan objek wisata andalan Kabupaten Siak maupun Provinsi Riau. Sambil menikmati pemandangan di jembatan yang indah dan megah itu, AHY mengabadikan momennya bersama Bupati Syamsuar serta awak media yang ikut meliput.
Di jembatan, dengan menggunakan tanjak, selempang hitam bermotif emas, dan batik hitam bermotif Melayu, serta berkaca nama hitam, AHY mengakhiri kunjungannya di negeri istana Siak.
Mejengnya dan berfotonya AHY di jembatan Siak, kata Syamsuar, jelas membawa keuntungan tersendiri bagi Kabupaten Siak. Sebab, foto-foto itu nantinya akan beredar kemana-mana dan tentunya hal ini akan mengundang rakyat Indonesia untuk berwisata ke Siak.