RIAU ONLINE, PEKANBARU - Kebakaran hutan dan lahan di wilayah pesisir timur Riau terus berlanjut. Hingga kini tercatat 310,25 hektare lahan gambut terbakar di Meranti. Kebakaran lahan juga menghanguskan 50 hektare (ha) perkebunan sagu milik masyarakat.
Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau Mitra Adhimukti menyebutkan, kebakaran lahan tersebar di Desa Tanjung Medang, Kecamatan Rangsang luas lahan terbakar sekira 40 hektare, kemudian Desa Semukut, Kecamatan Pulau Merbau 70 hektare, lalu Desa Mekar Sari, Kecamatan Merbau 150 hektare, Desa alahan, Kecamatan Tebing Tinggi, 0,25 hektare dan Desa kayu ara, kecamatan Rangsang 50 hektare.
"Cuaca panas dan tiupan angin yang cukup kencang membuat api cepat meluas," kata Mitra, Senin, 14 Maret 2016. Sebagaimana dilansir RIAUONLINE.CO.ID dari laman Tempo.co.
Menurut Mitra cuaca panas yang melanda daerah itu ditambah tiupan angin utara memicu kebakaran lahan kian meluas. Hingga kini kata Mitra, petugas gabungan pemadam kebakaran dari TNI, Kepolisian, Masyarkat Gotong Royong dan Manggala Agni masih brjibaku padamkan api. Namun petugas mengalami kesulitan lantaran kesulitan memperoleh sumber air di lokasi kebakaran. Belum lagi jumlah peralatan pemadam sangat terbatas. "Kebakaran lahan dikhawatirkan merambat ke pemukiman warga," katanya. (KLIK: Sore Ini, 24 Titik Panas di Riau)
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Meranti Mahmud Murod menduga kebakaran lahan di wilayahnya kerap terjadi akibat unsur kesengajaan dari pihak tidak bertanggung jawab untuk membuka lahan.
Terlebih kata dia, Meranti merupakan daerah rawan terjadinya kebakaran lantaran karena wilayah kepulauan bergambut dalam. "Musim panas dan tiupan angin membuat lahan mudah terbakar," katanya.
Menurut Murod, kebakaran lahan di Meranti marak terjadi di kawasan perkebunan milik warga. "Sejauh ini kami belum mendapat laporan adanya kebakaran di lahan perusahaan," jelasnya. (LIHAT: UMKM Riau Berkembang Kalau Bunga Kredit Turun)
Murod tidak memungkiri kebakaran lahan di Meranti bakal terus terjadi sepanjang tata kelola gambut belum tuntas. Sebab, kata dia, saat ini masih terdapat 480 tali air atau kanal liar yang melepaskan air menuju laut, sehingga lahan gambut di kawasan itu kian mengering. "Persoalannya, tata kelola gambut belum tuntas," ujarnya.
Murod mengaku pemerintah daerah terus berupaya membuat sekat kanal. Namun kanal tidak dapat dibangun di semua kawasan. Sebab, kata Murod, pemerintah Meranti tidak memiliki anggaran besar membangun sekat kanal untuk 480 tali air liar yang membuang air gambut ke laut. "Butuh perhatian pemerintah pusat untuk membangun sekat kanal di Meranti," ujarnya. (BACA: Kejaksaan Terima SPDP Perusahaan Pembakar Lahan)
Dia menjelaskan, jauh hari pemerintah daerah telah mengusulkan pembangunan sekat kanal melalui program yang digagas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun hingga kini belum ada tanggapan dari Kementerian.
Belakangan, kata Murod, pemerintah pusat telah mengusulkan program pemulihan gambut bersama Badan Restorasi Gambut yang dibentuk Presiden RI Joko Widodo. Namun aksi pemulihan gambut yang diusung BRG belum dimulai.
"Kami menginginkan pembangunan sekat kanal secepatnya dilakukan agar gambut tetap basah. Kita harus berfikir akar masalahnya, jangan lagi penanggulangan yang menghabiskan tenaga," katanya.