Tuntut Keadilan Penganiayaan Anaknya, Ponpes Laporkan Orang Tua Korban ke Polisi

Tuntut-Keadilan-Penganiayaan-Anaknya-Ponpes-Laporkan-Orang-Tua-Korban-ke-Polisi.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Orang tua korban penganiayaan Fahri (13 tahun) oleh seniornya di Pondok Pesantren (Ponpes) Kabupaten Kampar, Shinta dilaporkan oleh pihak Ponpes ke Polres Kampar terkait pencemaran nama baik.

Shinta memviralkan kasus anaknya Fahri yang diduga dianiaya oleh beberapa orang seniornya di Ponpes DQ di media sosial, malah dilaporkan balik pihak Ponpes dengan alasan pencemaran nama baik.

Atas dasar itulah Shinta dipanggil Polres Kampar untuk diperiksa dan dimintai keterangan.

Shinta akhirnya datang didampingi kuasa hukumnya dari LBH Tuah Negeri Nusantara memenuhi panggilan penyidik Polres Kampar, Rabu, 30 Oktober 2024 lalu.

"Ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap kami. Kami hanya berusaha mencari keadilan untuk anak kami yang menjadi korban perundungan," ungkap Shinta didampingi LBH Tuah Negeri Nusantara, Kamis, 31 Oktober 2024.

Suardi sebagai Ketua Umum DPP, LBH Tuah Nusantara menambahkan dan menilai, pihak pondok pesantren tampak lebih memihak kepada pelaku perundungan, alih-alih mencari solusi untuk korban.

"Kami sudah berusaha mendatangi pihak pondok secara langsung, tetapi tidak ada upaya penyelesaian. Sebaliknya, mereka malah menyalahkan anak kami dengan tuduhan yang tidak berdasar," jelas Suardi.



Dalam konteks hukum, sekolah memiliki tanggung jawab untuk melindungi siswanya dari kekerasan. Pasal 9 ayat (1a) UU No. 35 Tahun 2014 menyebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kejahatan seksual dan kekerasan, termasuk dari pendidik dan sesama siswa.

"Pondok pesantren ini seharusnya berperan sebagai 'orang tua pengganti' yang melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan," jelasnya.

Di sisi lain, pihak pondok diduga melakukan pembiaran atas kekerasan fisik yang terjadi. Hal ini jelas melanggar Pasal 76C UU No. 35/2014 yang melarang kekerasan terhadap anak.

"Kami akan melaporkan pimpinan pondok dan jajaran terkait ke Polda Riau karena mereka telah melakukan pelanggaran hukum," tegas Suardi.

Tim kuasa hukum tidak hanya akan mempertahankan Shinta, tetapi juga berencana untuk meminta investigasi khusus dari Kementerian Agama.

"Kami ingin memastikan bahwa tidak ada korban lain yang merasa terjebak dalam situasi ini. Pondok pesantren harus dievaluasi," kata Suardi.

Pihak keluarga korban berharap agar Fahri  mendapatkan perlindungan dan keadilan. Mengapa justru orang tuanya yang dilaporkan pihak Ponpes DQ.

LBH Tuah Negeri Nusantara siap melakukan segala upaya hukum, termasuk mengirim surat kepada Kapolri dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, untuk mendapatkan perlindungan hukum yang lebih lanjut.

"Kami tidak akan membiarkan orang yang tidak bersalah diproses hukum. Kami akan berjuang semaksimal mungkin," tutup Suardi.