RIAU ONLINE - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memperkirakan penyerapan penerimaan negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen senilai Rp75 triliun pada 2025 mendatang.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
"(Potensi penerimaan) Itu sekitar Rp75 triliun," kata Febrio dikutip dari ANTARA.
Insentif perpajakan yang diberikan Pemerintah untuk pembebasan PPN pada 2025 diproyeksikan mencapai Rp265,5 triliun, dengan rincian untuk bahan makanan sebesar Rp77,1 triliun, insentif UMKM Rp61,2 triliun.
Untuk sektor transportasi Rp34,4 triliun, jasa pendidikan dan kesehatan Rp30,8 triliun, keuangan dan asuransi Rp27,9 triliun, otomotif dan properti Rp15,7 triliun, listrik dan air Rp14,1 triliun, kawasan bebas Rp1,6 triliun, serta insentif jasa keagamaan dan pelayanan sosial Rp700 miliar.
Sementara barang dan jasa yang termasuk dalam kategori premium menjadi sasaran pengenaan tarif PPN 12 persen, yang mencakup bahan makanan premium (contoh: wagyu dan salmon), jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan medis premium, serta listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 VA.
"Kami pastikan masyarakat miskin dan rentan kami lindungi. Masyarakat yang mampu yang membayar, tentu sesuai dengan undang-undang. Ini akan kami berikan prinsip keadilan," tutur Febrio.
Adapun untuk detil lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun Peraturan Pemerintah.
Febrio pun menyatakan pemerintah bakal terus memantau perkembangan dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depannya.
"APBN tahun depan kan belum mulai, tapi akan kami kelola," tuturnya. (ANTARA)