RIAU ONLINE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa produksi gas LPG belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga mengaku bahwa pemerintah terpaksa impor LPG sebanyak 6,9 juta ton dalam setahun.
Pasalnya, menurut data yang dimilikinya, produksi LPG dalam negeri hanya mampu 1,98 juta ton, sementara kebutuhannya 8,05 juta ton.
"Gas (LPG) itu 8 juta ton per tahun konsumsi kita. Sementara industri kita hanya mampu 1,7 juta ton (1,98 juta ton berdasarkan data). Selebihnya kita impor," kata Bahlil, dikutip dari KUMPARAN, Senin, 14 Oktober 2024.
Berdasarkan data tersebut, Bahlil mengatakan bahwa devisa negara yang hilang sekitar Rp63,5 triliun (asumsi harga LPG USD 580 per ton dengan kurs Rp16.000). Sementara anggaran subsidi LPG di 2023 Rp117,85 triliun.
Bahlil menambahkan, pemerintah akan membangun industri gas bumi lebih agresif agar bisa dikonversi ke LPG, sebagai upaya untuk menekan impor.
"Saya sudah hitung dengan SKK Migas dan Pertamina ada kurang lebih sekitar 1,5-2 juta ton yang bisa kita lakukan," imbuhnya.
Bahlil menambahkan, dari 8,05 juta ton LPG, pengguna LPG nonsubsidi hanya 0,66 juta ton. Sisanya pengguna subsidi. Oleh karenanya, membangun jaringan gas (Jargas) menjadi salah satu upaya yang dipertimbangkan pemerintah.
"Kalau tidak (dibangun jargas) nanti impor lagi, impor lagi, impor lagi, lama-lama mati dengan impor kita," kata Bahlil.
"Nah saya kebetulan menganut mazhab kedaulatan harus kita lakukan berdiri di kaki sendiri untuk mengelola sumber dalam kita," imbuhnya.