Politisi PDIP Ini Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Khianati Reformasi

Mantan-Presiden-Indonesia-Soeharto.jpg
(VOA Indonesia/Dok.)

RIAU ONLINE - Rencana penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Presiden Kedua RI Soeharto mendapat penolakan keras dari politisi PDIP, Guntur Romli. Menurutnya, penyematan gelar pahlawan itu akan mengkhianati reformasi '98.

"Menolak keras. Karena Gerakan Reformasi 98 itu jelas runtutannya turunkan Soeharto karena terlibat KKN (Korupsi, Kolusi & Nepotisme)," tegas Guntur, dikutip dari Suara.com, Minggu, 29 September 2024.

Guntur bahkan menyatakan ketidaksepakatannya terhadap penghapusan nama Soeharto dari Tap MPR RI Nomor 11 Tahun 1998 tentang perintah untuk menyelenggarakan yang bersih tanpa Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).

"Kami juga tidak sepakat nama Soeharto dihapus dari TAP MPR itu. Ini upaya pembelokan terhadap sejarah Reformasi '98 dan pengkhianatan terhadap Reformasi," ujarnya.

Ia mengaku sebelumnya sudah mencium adanya modus penghapusan nama Soeharto dari Tap MPR RI sebagai jalan pemberian gelar pahlawan nasional.

"Kami sudah menduga penghapusan nama Soeharto dr TAP MPR itu sebagai pengkondisian pemberian gelar pahlawan pada Soeharto. Sangat tidak layak Soeharto menjadi pahlawan nasional," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menilai jika pemerintah perlu mempertimbangkan memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.



Hal itu disampaikan Bamsoet dalam sambutannya di acara Silahturahmi MPR dengan keluarga besar Soeharto di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu, 28 September 2024.

"Rasanya tidak berlebihan sekiranya mantan Presiden Soeharto dipertimbangkan oleh pemerintah yang akan datang dan oleh pemerintah mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional, selaras dengan mendapatkan martabat kemanusiaan dengan peraturan perundangan," kata Bamsoet.

Ia menyampaikan, jika tugas bersama adalah menjaga dan memastikan agar yang diwariskan oleh sejarah yaitu semangat rekonsiliasi.

"Kedepan, mari kita bersama sebagai sebuah keluarga bangsa mengambil hikmah atas berbagai peristiwa yang terjadi di masa lampau, untuk kita jadikan pelajaran berharga bagi pembangunan karakter nasional bangsa Indonesia di masa kini dan di masa yang akan datang," ujarnya.

Ia berharap tidak ada lagi dendam sejarah yang diwariskan kepada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu, apalagi terlibat dalam berbagai peristiwa kelam di masa lalu, terutama di era Soeharto.

Dalam konteks itu, kata dia, pimpinan dan institusi MPR sebagai lembaga penerimaan seluruh rakyat Indonesia dan rumah besar kebangsaan berkomitmen untuk terus melakukan berbagai upaya untuk terciptanya rekonsiliasi nasional.

Untuk itu, menurutnya, tak berlebihan jika Soeharto diberikan gelar pahlawan nasional atas dedikasinya memimpin Indonesia di 3 dekade.

"Oleh karena itu, dengan memperhatikan keselamatan jasa dan pengabdian mantan Presiden Suharto yang telah memimpin kita semua selama lebih dari tiga dekade, serta dengan adanya surat pimpinan MPR yang menegaskan mengenai telah dilaksanakann keutuhan Pasal IV Ketetapan MPR 11 tahun 1998," pungkasnya.