RIAU ONLINE - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, tengah menjadi sorotan setelah mengeluarkan kebijakan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA.
Badan Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo, menilai bahwa penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA menimbulkan ketidakadilan.
"Salah satunya orang tua rata-rata menginginkan anaknya ke jurusan IPA agar bisa mendaftar ke program studi di jenjang kuliah dengan pilihan jurusan yang lebih luas ketimbang IPS," terangnya.
Namun belakangan, penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa itu justru menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat hingga pegiat pendidikan.
Nyatanya, kebijakan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim bukan yang pertama kali. Ada sejumlah keputusan Nadiem yang berujung kontroversi, seperti dilansir dari Suara.com, Kamis, 25 Juli 2024.
1. Hapus skripsi
Beberapa waktu lalu, Nadiem Makarim membuat keputusan untuk menghapus skripsi sebagai kewajiban bagi mahasiswa sarjana di seluruh perguruan tinggi di dalam negeri.
Keputusan ini termaktum dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendibudristek) nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Dalam aturan yang diterbitkan pada 16 Agustus 2023 lalu itu mencakup standar nasional Pendidikan Tinggi, yang menurut Nadiem aturan itu membuat penyederhanaan untuk lingkup standar pendidikan tinggi, termasuk terkait perubahan standar kompetensi lulusan.
Permendikbud itu tak lagi memberi batasan kaku mengenani prasyarat kelulusan. Menurut Nadiem, penyederhanaan tugas akhir bagi mahasiswa akan meningkatkan mutu lulusan karena perguruan tinggi dapat merumuskan sikap dan kompetensi secara terintegrasi yang ingin dicapai.
"Tugas akhir nantinya bisa bermacam-macam bentuknya, bisa prototipe, tugas akhir, proyek tidak hanya skripsi, tesis atau disertasi," terangnya.
Keputusan ini memang membuat sebagian mahasiswa sumringah. Namun, kemudian menimbulkan polemik.
Nadiem kemudian meluruskan bahwa pemerintah tidak bermaksud menghapus skripsi. Ia menegaskan bahwa kebijakan soal skripsi tak wajib diberlakukan di seluruh perguruan tinggi.
Yang diinginkan, kata Nadiem, justru syarat kelulusan mahasiswa itu haknya ada di tangan kampus.
"Jadi jangan disalahartikan, kita koreksi kita memberi kemerdekaan kepada tiap kampus untuk memikirkan bagaimana mau merancang status kelulusan masing-masing mahasiswanya. Kalau perguruan tinggi itu merasa perlu masih memberlakukan skripsi atau tidak itu haknya," jelasnya.
2. Aturan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi
Kasus kekerasan seksual yang sempat marak terjadi di lingkungan perguruan tinggi direspon Nadiem Makarim dengan menggalakkan Permendikbudristek No. 30 tahun 2021 mengenai Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi.
Aturan itu justru menimbulkan kontroversi. Bahkan, tidak disambut baik bagi kaum perempuan.
Namun, beberapa politisi justru menyoroti beberapa poin yang tertera pada Permendikbud tersebut.
Politikus PKS Al Muzammil Yusuf salah satunya. Ia menuding istilah tanpa persetujuan korban di sejumlah definisi kekerasan seksual pada Pasal 5 Permendikbudristek tersebut dianggap memberi peluang untuk terjadinya seks bebas asal dilakukan suka sama suka.
3. Pendidikan Pancasila hilang
Hilangnya pendidikan Pancasila hingga menjadi kontroversi berawal dari Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 57 Tahun 2021 mengenai Standar Nasional Pendidikan yang diterbitkan Presiden Jokowi. Dalam PP tersebut pendidikan Pancasila hingga Bahasa Indonesia tak lagi tercantum.
Hilangnya Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia itupun hangat jadi perbincangan hingga Mendikbud Ristek Nadiem Makarim disorot.
Setelah ramai jadi atensi, Nadiem belakangan memutuskan untuk mengembalikan dua mata pelajaran tersebut sesuai dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 yang meletakkan Pancasila sebagai dasar pendidikan di Indonesia.
4. Kenaikan UKT
Pada pertengahan 2024, sejumlah mahasiswa dibuat ketar-ketir setelah UKT mengalami kenaikan.
Unjuk rasa pun ramai digelar sejumlah mahasiswa. Mereka melayangkan protes atas kenaikan UKT yang mencapai 500 persen.
Di Yogyakarta, bahkan sejumlah mahasiswa terpaksa mengundurkan diri dari perguruan tinggi karena tidak sanggup membayar UKT yang dinilai tinggi.
Nadiem Makarim lantas mendapat panggilan dari DPR untuk menjelaskan persoalan tersebut di hadapan Komisi X.
Setelah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan pada 27 Mei 2024 lalu, Nadiem akhirnya membatalkan kenaikan UKT yang dianggap memberatkan mahasiswa.
Ia mengaku membatalkan kenaikan UKT setelah mendengar aspirasi mahasiswa, keluarga, dan masyarakat.
5. Penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA
Mendikbudristek, Nadiem Makarim, baru-baru ini menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA. Aturan ini dimulai diberlakukan pada tahun ajaran 2024/2025.
Kebijakan itu diambil sebagai bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka yang telah ditetapkan sebagai kurikulum nasional.
Pengamat pendidikan Riau, Afrianto Daud, menilai penghapusan jurusan IPA dan IPS, serta Bahasa berpotensi menjadi ajang tarung bebas bagi mereka yang hendak masuk perguruan tinggi.
Semua orang bebas memilih jurusan, meski tidak memiliki dasar yang kuat mengenai pilihannya.
Ia menganggap pemerintah kerap menjadikan pendidikan sebagai ajang uji coba.
"Pemerintah ini sering melakukan try and error menjadikan pendidikan sebagai ajang uji coba. Semestinya ada kajian yang menyeluruh sebelum memutuskan," tegasnya.
Sementara itu, pengamat Pendidikan asal Yogyakarta Darmaningtyas, penghapusan jurusan IPA dan IPS serta Bahasa itu bisa berdampak buruk bagi pendidikan di tanah air.
ia menyebut, Indonesia berpotensi ketinggalan dalam bidang ilmu dan teknologi ke depannya.
"Ilmu pasti seperti Biologi, Kimia serta Matematika merupakan dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tapi kalau dihapuskan jurusannya IPA dan IPS makin sedikit nanti siswa SMA yang berminat mengikuti pembelajaran materi tersebut," terangnya.