RIAU ONLINE - Pabrik pembuatan pil ekstasi di rumah toko (ruko), Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), dibongkar Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri bersama Polda Sumut.
"Barang bukti yang disita antara lain alat cetak ekstasi, bahan kimia padat sebanyak 8,96 kilogram, bahan kimia cair 218,5 liter, mepherdhone serbuk 532,92 gram ekstasi 635 butir, berbagai jenis bahan kimia prekursor dan peralatan laboratorium," ujar Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Mukti Juharsa di Medan, dikutip dari Suara.com, Jumat, 14 Juni 2024.
Mukti menyebutkan lima orang tersangka dalam kasus ini, yakni pria berinisial HK sebagai pembuat dan pemilik pabrik, SS alias D sebagai pemesan alat cetak dan pemesanan, AP kurir pengambil paket ekstasi, perempuan berinisial DK membantu pembuatan ekstasi di laboratorium, HD pemesan ekstasi dan S sebagai saksi untuk pembelian ekstasi yang barusan ditangkap pada 11 Juni 2024.
Selain itu, ada dua orang lainnya berinisial R dan B yang saat ini masuk daftar pencarian orang.
"R dan B, itu masih kami cari," ujar Mukti.
Dari hasil interogasi terhadap tersangka, lanjut Mukti, pembuatan ekstasi ini sudah berlangsung selama 6 bulan di Medan. Ekstasi yang diproduksi kemudian dipasarkan di diskotek di wilayah Sumut, seperti Kota Siantar.
Menurut Mukti, tersangka mengaku memproduksi 600 butir ekstasi dalam satu bulan dengan bahan baku dari China melalui lokapasar.
"Jadi pembuatan ekstasi sudah berubah dari mdma ke mephedrone, jadi ini pernah kami ungkap di Sunter, Jakarta dan pabriknya di Bali," katanya.
Wakapolda Sumatera Utara Brigjen Rony Samtana menambahkan modus operandi yang dilakukan para pelaku adanya laboratorium di lantai 3 tersebut.
Ronny mengatakan kandungan ekstasi tersebut menggunakan mepedhrome yang bahan bakunya didapat dari lokapasar.
"Target pemasaran di Sumatera Utara seperti Siantar dan terus kami kembangkan kasus ini," ujar Rony.
Sementara itu, para tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 113 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) dan Pasal 111 ayat (1) Pasal 132 ayat 2 Undang-Undang RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 1/3 yakni Rp13 miliar.