RIAU ONLINE - PT Haka Cipta Loka dan Haka Loka, salah satu vendor di Kementerian Pertanian (Kementan), mengungkap bahwa Kementan masih berutang terhadap perusahaan itu sebesar Rp1,6 miliar. Uang itu digunakan untuk memenuhi permintaan Menteri Pertanian periode 2019-2023, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Per hari ini itu sisanya sekitar Rp1,6 miliar lagi yang belum selesai kepada kami," ucap Direktur PT Haka Cipta Loka dan Haka Loka, Hendra Putra, saat menjadi saksi di sidang pemeriksaan kasus pemerasan dan gratifikasi lingkungan Kementan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dikutip dari Suara.com, Kamis, 23 Mei 2024.
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menyebutkan bahwa kebutuhan SYL tersebut berupa peminjaman uang sementara Rp5 juta, pinjam dana Rp100 juta, sewa mobil Toyota Alphard Rp43 juta, biaya pernikahan cucu SYL Rp13 juta, dan sebagainya, hingga totalnya mencapai Rp 2,15 miliar dan sudah dibayarkan sekitar Rp854 juta.
Hendra mengaku meminjamkan dana itu kepada mantan Subkoordinator Pemeliharaan Biro Umum dan Pengadaan Kementan, Gempur Aditya, karena iba. Pasalnya pada 2021, Gempur sempat bercerita kepadanya bahwa dirinya merasa terjebak dalam lingkungan pimpinan Kementan.
"Pak Gempur sampai bilang pemimpin di Kementan 'iblis' semua. Dia bilang mereka terjebak dan meminta tolong untuk membantu mereka menalangi permintaan pimpinan tiap bulan-nya dan meyakini saya kalau akan diganti dengan uang patungan eselon I," tuturnya.
Sebagai gantinya, kata Hendra, Gempur menjanjikan pekerjaan kepada dirinya jika vendor mau menalangi uang itu. Selain itu, Gempur juga menjanjikan peminjaman dana itu tidak akan lama, karena SYL akan terkena reshuffle kabinet.
Tapi nyatanya, SYL tidak terkena reshuffle kabinet pada tahun itu dan tetap menjadi menteri. Secara psikologis, Hendra mengaku turut terbebani, apalagi jika uang itu tidak diganti.
"Seingat saya saat itu ada dua kali pengumuman. Sampai-sampai saya mengikuti juga dengan teman-teman teknisi untuk menonton berita rencana reshuffle," ujar Hendra menambahkan.
Sebelumnya, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.