RIAU ONLINE - Dewas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan sanksi berat untuk Firli Bahuri karena terbukti melanggar kode etik. Firli dijatuhi sanksi berupa pengunduran diri dari KPK.
Dewas dalam putusannya menilai Firli Bahuri terbukti melakukan komunikasi dengan Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang saat itu masih menjabat Menteri Pertanian. Padahal, politikus NasDem itu tengah berkasus di KPK.
Firli dan SYL berkomunikasi dalam bentuk pertemuan langsung serta melalui pesan singkat. Keduanya bertemu di rumah di Bekasi maupun di GOR bulu tangkis di kawasan Jakarta Barat.
Selain itu, tercatat beberapa kali komunikasi melalui pesan singkat antara keduanya. Termasuk saat SYL berada di luar negeri, saat dirinya telah ditetapkan tersangka oleh KPK.
"Terperiksa (Firli) mempunyai kesempatan untuk menolak pertemuan dengan saksi Syahrul Yasin Limpo atau tidak berkomunikasi dengan cara tidak menanggapi pesan yang dikirimkan saksi Syahrul Yasin Limpo. Namun terperiksa tidak melakukan hal tersebut, bahkan beberapa kali terperiksa aktif menghubungi saksi Syahrul Yasin Limpo," papar Dewas KPK, dikutip dari kumparan, Rabu 27 Desember 2023.
Setidaknya, ada lima komunikasi Firli dan SYL melalui WhatsApp pada Mei 2021 hingga Juni 2022. Serta pertemuan yang satu di antaranya berlangsung di rumah Kertanegara nomor 46 pada 12 Februari 2021.
Terkait perkara, KPK mendapat pengaduan adanya dugaan korupsi pengadaan sapi, pungutan, serta jual beli jabatan di Kementerian Pertanian pada 9 Oktober 2020. Pada Januari 2021, KPK mulai melakukan pengumpulan informasi sebagai tindak lanjut.
Hasil pengumpulan informasi tersebut selanjutnya disampaikan ke Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada 27 April 2021, sebagai bahan penyelidikan. Termasuk tembusan ke Pimpinan KPK.
Laporan itu turut mencantumkan adanya dugaan keterlibatan anak SYL dalam pengaturan proyek di Kementerian Pertanian.
Pada 29 April 2021, Firli bahkan memberikan disposisi agar tindak lanjut kasus ini dilakukan dengan penyelidikan terbuka.
Meski begitu, Firli tetap bertemu SYL pada 23 Mei 2021 di rumah Bekasi. Pertemuan itu diawali pesan yang dikirim Firli ke SYL.
"Terbukti secara sah dan meyakinkan mengadakan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani KPK dan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai pertemuan dan komunikasi," papar Dewas KPK.
Firli juga melakukan pelanggaran etik lainnya. Ia dianggap tidak jujur mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sejak pertama menjabat Pimpinan KPK pada 2019.
Aset yang tidak dilaporkan Firli Bahuri ialah kepemilikan uang tunai hasil konversi valas senilai Rp 7,8 miliar serta mengenai sewa rumah di Kertanegara Nomor 46.
Rumah itu sempat disewakan oleh Alex Tirta, bos Alexis yang kini Ketua Harian PBSI. Bahkan Firli pernah meminta Alex Tirta memasang internet di rumah tersebut.
"Dengan tidak melaporkan LHKPN secara jujur dan benar serta menggunakan rumah yang disewa oleh orang lain dan minta untuk dipsangkan internet, Terperiksa sebagai Ketua KPK telah mengabaikan kewajibannya, menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan berperilaku," kata Dewas.
Atas perbuatannya, Firli Bahuri dinyatakan bersalah melanggar etik. Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat.
"Mengadili menyatakan Terperiksa Saudara Firli Bahuri telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean membacakan amar putusan.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," sambungnya.
Saat ini, Firli Bahuri berstatus tersangka pemerasan terhadap SYL yang sedang diusut Polda Metro Jaya. Sebelum putusan Dewas KPK ini, ia pun sudah mengundurkan diri ke Presiden Jokowi. Pengunduran diri itu masih diproses.