Respons Menohok Gibran Soal Putusan MK yang di Luar Dugaan Para Politisi

Ganjar-pranowo37.jpg
((Dok. DPP PDIP))

RIAU ONLINE, JAKARTA-Gibran Rakabuming merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak mengabulkan permohonan pengubahan batas usia capres dan cawapres.

Gibran meminta seluruh pihak untuk berpikiran positif terlebih dahulu.

Hal tersebut disampaikan Gibran karena dirinya kerap disangkutpautkan dengan gugatan pengubahan batas usia capres dan cawapres. Sebab, namanya santer disebut-sebut sebagai kandidat cawapres di Pilpres 2024.

Akan tetapi, kesempatan Gibran terganjal dengan syarat capres dan cawapres yakni minimal berusia 40 tahun. Sementara, putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi tersebut kini masih berusia 36 tahun.

"Mangkanya jangan mengira-ngira, jangan menuduh-nuduh, jangan demo," kata Gibran mengutip tayangan YouTube Berita Surakarta, Senin (16/10/2023).

Gibran sendiri mengklaim tidak mengikuti perjalanan sidang MK. Ia mengaku baru selesai rapat di kantornya.



Oleh sebab itu, suami Selvi Ananda tersebut memilih untuk tidak mengomentari mengenai putusan MK tersebut.

"Saya gak ngikutin lho dari tadi rapat," ungkapnya.

MK Tolak Gugatan PSI

"Mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin.

Pertimbangan MK menolak ialah karena pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Sebelumnya, hakim anggota, Saldi Isra menyampaikan sejumlah pertimbangan MK dalam menentukan putusan tersebut.

MK berpendapat kalau urusan batasan usia capres dan cawapres itu menjadi ranah kewenangan DPR dan Presiden untuk membahas dan memutuskannya dalam pembentukan undang-undang.

Terlebih lagi, Pasal 6 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur dengan undang-undang, dalam hal ini batas usia capres dan cawapres termasuk syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Berdasarkan hal tersebut, menurut MK batas minimal usia capres dan cawapres yang disesuaikan dengan dinamikan kehidupan berbangsa dan bernegara, sepenuhnya merupakan ranah pembentuk undang-undang untuk menentukannya.

"Oleh karena itu, dalil permohonan a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," ungkapnya dikutip dari suara.com