Difasilitasi Anak Menteri, 3 BUMN Indonesia Dituduh Jual Senjata ke Junta Myanmar

Ilustrasi-tentara-Myanmar.jpg
(Foto: RETUERS/Soe Zeya Tun via kumparan)

RIAU ONLINE - Tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas tuduhan memasok senjata dan amunisi ke militer Myanmar. Hal ini dilaporkan oleh kelompok aktivis dan organisasi HAM.

PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia (DI) adalah perusahaan yang dituding menjual senjata dan amunisi secara ilegal ke militer Myanmar. Bahkan, praktik ini sudah dilakukan selama satu dekade terakhir dan berlanjut pasca-kudeta negara tersebut pada 2021 lalu.

Kelompok yang melaporkan tiga BUMN itu ke Komnas HAM terdiri dari dua organisasi Myanmar, Chin Human Rights Organisation dan Myanmar Accountability Project, serta Marzuki Darusman, mantan Jaksa Agung RI dan advokat hak asasi manusia, sebagaimana diberitakan Reuters, dikutip dari Suara.com, Rabu, 4 Oktober 2023.

Menurut Feri Amsari, penasihat hukum para aktivis, tiga produsen senjata milik negara telah menjual peralatan ke Myanmar sejak kudeta.

Laporan kelompok HAM itu menyebut bahwa produsen senjata milik negara Indonesia, PT Pindad, pembuat kapal milik negara PT PAL, dan perusahaan dirgantara PT Dirgantara Indonesia telah menyuplai peralatan ke Myanmar melalui perusahaan Myanmar bernama True North, yang mereka katakan dimiliki oleh putra seorang menteri dalam pemerintahan militer.

Isi pengaduan itu juga menyebutkan, bahwa PT Pindad, PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia telah mempromosikan dan kemungkinan menjual pistol, senapan serbu, amunisi, kendaraan tempur dan peralatan lainnya kepada militer Myanmar dalam satu dekade terakhir, termasuk kemungkinan setelah kudeta 1 Februari 2021 yang memicu protes massal dan tindakan anarkis di negara itu.



Laporan mengenai keterlibatan perusahaan BUMN dalam memasok senjata ke militer Myanmar ini dihimpun dari investigasi terbuka dan dokumen-dokumen yang bocor.

"Investigasi kami telah menemukan bukti-bukti memberatkan yang menunjukkan adanya standar ganda yang mengejutkan," kata Direktur MAP, Chris Gunness melalui siaran pers.

Menurut Reuters, PT Pindad dan PT PAL tidak segera menanggapi permintaan komentar. Direktur PT Pindad sebelumnya mengatakan kepada media bahwa mereka tidak menjual produk ke Myanmar sejak tahun 2016.

Sementara PT Dirgantara Indonesia menyatakan bahwa mereka tidak pernah memiliki kontak dengan Myanmar atau pihak ketiga terkait.

True North juga tidak segera menanggapi permintaan komentar. Namun, profil perusahaan yang tidak bertanggal menyebutkan bahwa mereka mengidentifikasi tiga produsen senjata Indonesia sebagai 'mitra strategis'.

Marzuki Darusman menegaskan bahwa Komnas HAM wajib melakukan penyelidikan. Apalagi, perusahaan milik negara harus tunduk pada kontrol dan pengawasan pemerintah.

Pada Mei lalu, penasihat khusus PBB untuk Myanmar melaporkan bahwa militer Myanmar telah mengimpor senjata senilai setidaknya 1 miliar dolar Amerika sejak kudeta, sebagian besar dari Rusia, China, Singapura, Thailand, dan India.