RIAU ONLINE - Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe, pernah dilarang (banned) bermain judi kasino Singapura. Rupanya ia tidak patah arang, justru kembali berjudi ke kasino di Manila, Filipina.
Hal ini diungkap Dommy Yamamoto, pihak swasta yang dihadirkan di persidangan sebagai saksi. Dommy merupakan pihak yang menerima transferan dari Lukas, untuk kemudian ditukarkan dengan mata uang asing demi memenuhi kebutuhan sang gubernur saat di luar negeri.
Dommy mengaku kerap menukarkan uang untuk Lukas berjudi. Pada 2020, Lukas lebih banyak bermain judi di sebuah kasino di Sentosa, Singapura. Namun pada 2022 pindah ke Manila, Filipina, lanaran dilarang bermain lagi di Sentosa.
"Saksi judi di Singapura di mana?" tanya jaksa di PN Tipikor Jakarta Pusat, dikutip dari kumparan, Rabu, 9 Agustus 2023.
"Di Sentosa," jawab Dommy.
"Kalau di Manila di mana?" tanya jaksa.
"Di Solaire," jawab Dommy lagi.
"Saudara bisa jelaskan kenapa terdakwa berpindah permainan judinya dari Singapura ke Filipina?" tanya jaksa.
"Tidak tahu ya," jawab Dommy.
Jaksa lantas membacakan BAP Lukas saat diperiksa penyidik KPK yang menjelaskan bahwa pada 2029 Lukas sempat dilarang untuk masuk ke area perjudian di Singapura.
Hakim kemudian mengambilalih pertanyaan. Hakim menanyakan alasan Lukas dilarang bermain judi di Singapura.
"Apakah terdakwa pernah dilarang masuk ke wilayah perjudian di Singapura?" tanya hakim.
"Iya, saya tahu," kata Dommy.
"Tahun?" tanya hakim lagi.
"Kalau tidak... 2019 atau 2020," timpal Dommy.
Jaksa kemudian melanjutkan pertanyaannya. Jaksa terus menggali alasan Lukas dilarang.
"Kenapa bisa dibanned?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu," jawab Dommy.
"Saudara tahu dari mana?" tanya jaksa lagi.
"Saya tahunya dari staf kasino di Sentosa," ujar Dommy.
"Saudara kan menemani aktivitas berjudi terdakwa baik di Singapura maupun di Filipina. Aktivitas judi di Singapura apa saja? permainan judinya?" tanya jaksa.
"Permainan baccarat dan jackpot," jawab Dommy. Permainan yang sama dimainkan Lukas di Filipina.
Dommy sebelumnya mengaku menerima transferan Rp 22,5 miliar dari Lukas. Uang itu ia tukarkan menjadi SGD untuk keperluan Lukas main judi.
Dalam dakwaannya, Enembe disebut menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar. Diduga uang tersebut diterima sebagai hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dua periode, tahun 2013-2023.
Dalam dakwaan pertama, ia didakwa menerima suap Rp 45 miliar. Uang miliaran tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur dan dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CW Walaibu.
Rinciannya, Rp 10.413.929.500,00 dari Piton Enumbi dan Rp 35.429.555.850,00 dari Rijatono Lakka.
Lukas Enembe menerima suap bersama dengan Mikael Kambuaya selaku Kepala PU Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018-2021. Tujuannya untuk mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.
Lukas Enembe juga didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar. Gratifikasi ini diduga berhubungan dengan jabatan Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode Tahun 2013-2018. Uang-uang tersebut diduga digunakan oleh Enembe salah satunya untuk judi di luar negeri.
Selain itu, Lukas Enembe juga berstatus tersangka pencucian uang. Kasus ini masih dalam penyidikan KPK.