RIAU ONLINE, JAKARTA-Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto kembali digempur isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) ketika muncul sebagai calon presiden (capres). Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menegaskan bahwa tidak ada satu pun fakta hukum yang membuktikan Prabowo melanggar HAM.
Prabowo sempat diakui sebagai pemberi perintah Tim Mawar untuk menculik sejumlah aktivis pada 1998. Ia saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus.
Hal tersebut disampaikan oleh mantan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal berdasarkan pengakuan Tim Mawar.
“Yang jelas tak ada setitik pun fakta hukum bahwa Pak Prabowo pernah melanggar HAM. Terkait fitnah di media sosial soal kasus penghilangan paksa crystal clear, Pak Prabowo tidak bersalah,” kata Habiburokhman melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (31/7/2023).
Habiburokhman lantas mengungkapkan empat fakta hukum yang mendukung kalau Prabowo tidak terkait dengan kasus pelanggaran HAM.
Fakta hukum yang pertama, Habiburokhman menyebut kalau tak ada satu alat bukti dalam persidangan Tim Mawar yang menyebut keterlibatan Prabowo sebagai pelaku, bersama-sama melakukan, atau menyuruh melakukan penculikan tersebut.
Kedua, surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira kepada Prabowo adalah sebuah saran, bukan keputusan yang mengikat.
“Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor : KEP/03/VIII/1998/DKP hanya merupakan pendapat dan saran dan dengan demikian bukan sebuah putusan yang final dan mengikat,” jelasnya.
Ketiga, terkait pemberhentian Prabowo oleh Presiden BJ Habibie dari jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), Habiburokhman menyebut bahwa hal itu dilakukan dengan pemberhentian secara terhormat.
"Keputusan Presiden BJ Habibie yang merupakan panglima tertinggi soal pemberhentian terhadap Pak Prabowo bukanlah Pemberhentian Dengan Tidak Hormat, tetapi Pemberhentian Dengan Hormat yang disertai dengan ucapan terima kasih atas jasa-jasa Pak Prabowo yang telah disumbangkan selama menjalankan tugas terhadap negara dan bangsa selaku prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,” paparnya.
Terakhir, Habiburokhman menyebut sudah lebih dari 16 tahun sejak 2006, Komisi Nasional (Komnas) HAM tidak bisa melengkapi hasil penyelidikan perkara pelanggaran HAM berat penculikan aktivis yang dinyatakan kurang lengkap oleh Kejaksaan Agung.
“Padahal menurut ketentuan Pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2000, waktu Komnas HAM untuk melengkapi hasil penyelidikan hanyalah 30 hari sejak diterimanya hasil penyelidikan oleh Kejaksaan Agung,” tegasnya dikutip dari suara.com