RIAU ONLINE - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap bahwa Pesantren Al-Zaytun dan Panji Gumilang merupakan bagian dari gerakan Darul Islam dan Negara Islam Indonesia (NII) yang dicetuskan oleh Kartosoewirjo.
"Di masa awal kemerdekaan Indonesia, banyak pejuang dari kalangan Islam yang terpinggirkan dan tak tertampung dalam tata kelola pemerintahan," kata Mahfud MD dalam Halaqah Ulama Nasional yang digelar di Pesantren Sunan Drajat Lamongan, Jatim, dikutip dari kumparan, Jumat, 14 Juli 2023.
Mahfud MD mengatakan hal ini merupakan imbas dari politik pendidikan yang diwariskan pemerintah Hindia Belanda dan cenderung diskriminatif. Kala itu, hanya kalangan Islam yang memiliki ijazah bisa masuk ke pemerintahan.
"Pejuang, anak-anak muda, dan tokoh Islam banyak yang tidak tertampung dalam tugas-tugas di pemerintahan negara baru. Kemudian banyak kalangan Islam yang memutuskan untuk kembali ke pesantren dan fokus dalam mendidik santrinya. Tapi ada juga yang marah karena tidak tertampung," katanya.
Tak hanya itu, kata Mahfud, terpinggirkannya kalangan Islam dalam tata kelola negara baru Indonesia memicu kemarahan sebagian kalangan Islam, termasuk Kartosoewirjo yang kemudian mendirikan Darul Islam atau NII.
"Perjuangan yang dilakukan Kartosoewirjo untuk mendirikan Negara Islam Indonesia sebenarnya terus berlanjut, masih ada ekornya sampai sekarang, hingga sekarang ada ribut-ribut soal Panji Gumilang. Jadi Panji Gumilang dulu induknya adalah Negara Islam Indonesia," kata Mahfud.
Mahfud menyebut NII merupakan organisasi tanpa bentuk, gerakan bawah tanah, tetapi memiliki struktur yang dipimpin syekh, gubernur, menteri, bupati hingga camat.
Pemerintah kemudian mengetahui pemikiran Kartosoewirjo yang dilanjutkan penerusnya itu. NII bentukan Kartosoewirjo yang seolah sudah tamat kemudian dioperasikan kembali oleh intelijen.
Pemerintah mengetahui NNI masih hidup meski sudah ditumpas di berbagai tempat. Akhirnya, pemerintah menggalang gerakan untuk melemahkan NII dengan cara dipecah dan diaduk, NII versus NII.
"Nah, (NII) itu diketahui oleh pemerintah, sehingga pada awal tahun 1970-an, NII oleh pemerintah dipecah, diadu, yang satunya untuk melawan yang lain. Itu operasi yang dilakukan Ali Moertopo," ujar Mahfud.
Ali Moertopo, tokoh intelijen dan politikus era Orde Baru (Orba), terkenal dengan jasanya memodernisasi intelijen Indonesia. Mantan Menteri Penerangan ini memiliki pangkat militer terakhir letnan jenderal.
"Memang begitu dulunya, dulu ada Komando Jihad, ada orang dipancing untuk berkumpul lalu disuruh membuat resolusi, disuruh buat pernyataan keras, setelah itu ditangkap lalu dicitrakan ada Komando Jihad yang sama dengan NII sebelumnya. Saya dengar dari sumbernya langsung," lanjut Mahfud.
Lebih lanjut, kata Mahfud, NII hasil operasi dan bentukan pemerintah waktu itu salah satu wilayahnya adalah Komandemen 9, yang sekarang menjadi Al-Zaytun.
"Mengadu NII dengan NII itu kalau pakai salawatnya orang NU itu sama dengan salawat asyghil. Wa asyghilid dholimin bid dholimin. NII diadu dengan NII, maka NII akan hancur sendiri, kira-kira begitu," tutur Mahfud.
Setelah merasa nyaman dan aman dengan pemerintah, Panji Gumilang kemudian memecahkan diri serta menampilkan sosol Al-Zaytun seperti saat ini.
Mahfud mengatakan di balik inilah latar belakang sejarahnya dan pengikut-pengikutnya itu masih banyak, yang memang ideologinya sendiri.