Heboh, Kristen Muhammadiyah hingga NU Cabang Nasrani

Buku-Kriten-Muhammadiyah.jpg
(Dok. Kemendikbudristek)

RIAU ONLINE - Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani menghebohkan masyarakat lantaran terdengar asing bagi umat muslim, kristen, maupun nasrani.

Kedua istilah dari dua organisasi Islam besar di Indonesia ini uniknya justru bernada "promotif" dari suatu fakta sosilogis menyejukkan mengenai relasi antaragama di negeri ini.

Istilah tersebut juga sebagai bentuk ekspresi kegembiraan dari hubungan antara umat Islam dengan pemeluk agama lainnya, seperti Kristen yang sangat cair atau jauh dari ketegangan.

Sebelumnya, NU membuat kehebohan setelah tokoh-tokohnya "mendeklarasikan" NU Cabang gereja atau NU Cabang Nasrani. Bahkan, kehebohan NU Cabang Nasrani menjurus pada penghakiman terhadap organisasi yang didirikan ulama besar adratusyech KH Hasyim Asy'ari itu.

Sebenarnya, istilah NU Cabang Nasrani ingin membuka fakta bahwa orang-orang Nasrani, bahkan agama lainnya, merasa nyaman dengan kehadiran NU, baik dari organisasi maupun perorangan. Mereka kemudian menjadi dekat dengan tokoh dan warga NU. Kaum non-muslim mencintai NU atau di lingkungan santri dikenal sebagai "muhibbin" alias pecinta NU.

NU telah mempraktikkan beberapa pengayoman yang dapat dilihat saat anggota Banser ikut berjaga di gereja ketika umat Kristen merayakan Natal dan hari besar lainnya.

Satu dari anggota organisasi badan otonom NU bahkan mengorbankan nyawanya saat perayaan Natal di gereja di Mojokerto, Jawa Timur, yang diwarnai aksi peledakan bom.

Anggota Banser bernama Riyanto itu berjaga di malam Natal di gereja. Saat itu Banser dan polisi mendapat informasi terkati benda mencurigkan di depan gereja.

Riyanto diyakini mati syahid karena terkena bom yang diledakkan teroris di gereja pada 24 Desember 2020 itu.

Riyanto memegang bungkusan berisi bahan peledak berusaha menjauh dari gereja agar tidak ada warga Kristen yang menjadi korban. Nahas, bungkusan itu meledak dan menewaskan Riyanto.



Riyanto pun dikenal sebagai tokoh legendaris sekaligus simbol bahwa warga NU memiliki jiwa pejuang abadi, warisan dari para leluhur mereka dalam merebut kemerdekaan dari penjajah.

Di awal-awal anggota Banser menjaga gereja, banyak cibiran dari mereka yang tidak menginginkan persatuan antar umat beragama. Bahkan, hukum secara fikih seorang muslim menjaga gereja sempat menjadi pertanyaan.

Ketua Umum PBNU kala itu, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, menegaskan bahwa jika ada Banser yang berjaga di gereja, niatkan saja untuk mengamankan Indonesia. Karena itu, internal NU tidak mempermasalahkan saat anggota organisasi itu turut mengamankan gereja saat umat Kristen merayakan Natal.

Tak hanya digereja, anggota Banser juga sudah terbiasa berbaur dengan umat Hindu di Bali. Sudah menjadi pemandangan biasa jika anggota Banser bersama dengan pecalang atau kumpulan pengamanan secara adat di Pulau Dewata, bersama-sama mengamankan jalannya perayaan agama Hindu di Bali.

Secara organisasi, di Bali juga ada perkumpulan, umumnya merupakan warga NU, yang bersahabat karib dan bersaudara dengan warga Hindu. Namanya Persaudaraan Hindu-Muslim Bali (PHMB) yang dimotori seorang pengagum Gus Dur dan tokoh di Denpasar Anak Agung Ngurah Agung.

Bahkan, di Kota Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, ada pondok pesantren yang pengurusnya beragama Hindu yang merupakan warga asli Bali. Pesantren Assiddiqiyah namanya, yang pengurusnya beragama Hindu, namun memiliki motif yang sama yakni mewujudkan rasa persaudaraan dan hidup rukun, meski berbeda iman.

Sementara itu, Kristen Muhammadiyah atau Krismuha, juga mengejutkan masyarakat. Istilah ini mengemuka saat acara bedah buku "Kristen Muhammdiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan" yang digelar di Jakarta, Senin, 22 Mei 2023.

Sebenarna, istilah Krismuha sudah cukup lama muncul. Namun, menggema kembali bersamaan dengan diterbitkannya buku berjudul sama dengan data yang lebih kaya.

Jauh sebelum itu, mahasiswa-mahasiswi pemeluk Kristen yang berkuliah di perguruan tinggi Muhammadiyah dahulu juga kerap dijuluki Krismuha.

Akan tetapi, buku ini bukan menggambarkan fenomena sinkretisme atau pencampuran agama Kriten dengan Islam, melainkan hanya mengungkap fenomena sosial tentang toleransi di daerah-daerah terpencil di Indonesia, yang menjadi basis penelitian, terutama di daerah, terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T).

Seperti di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Serui Papua, dan Kalimantan Barat. Gambaran kedekatan umat Kristen yang kemudian bersimpati pada praktik-praktik amaliah Muhammadiyah itu bisa ditemukan di sana.

Istilah Krismuha menunjukkan adanya interaksi akrab antara siswa-siswa Muslim dan Kristen dalam lingkungan pendidikan di sekolah Muhammadiyah. Fakta itu juga menunjukkan bahwa wajah bersaudara Muhammadiyah pada warga Kristen itu tidak bermuatan selubung dakwah untuk pada akhirnya mengajak mereka menjadi beragama Islam. Para siswa Kristen itu, tidak pernah menghilangkan identitas atau iman mereka, yakni tetap sebagai penganut Kristen taat.

Lewat buku ini Muhammadiyah yang didirikan oleh ulama besar KH Ahmad Dahlan itu ingin terus membangun generasi Indonesia yang lebih toleran, inklusif, dan terbiasa hidup bersama dalam perbedaan.

Bagi Abdul Mu'ti, istilah Kristen Muhammadiyah itu merupakan varian sosiologis yang merupakan lukisan alam sosial negeri kita bahwa Umat Kristen atau Katolik itu bisa hidup damai, layaknya saudara. Karena itu, umat Kristen atau Katoklik yang bersimpati pada Muhammadiyah bukan menjadi anggota dari organisasi tersebut.

Kalau dalam konteks lain ada istilah fenomena gunung es, fakta mengenai Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani ini menunjukkan gejala demikian. Di banyak tempat, tentu banyak pula agama selain Islam, baik dalam organisasi maupun perorangan, yang juga menjadikan Umat Islam sebagai saudaranya. Umat Islam ikut mengenyam pendidikan di lembaga yang dikelola Kristen/Katolik, Hindu, dan lainnya dengan tetap menjadi pemeluk Islam yang taat. Indahnya Indonesia. (ANTARA/Masuki M Astro)

Dilarang mengutip berita ini, kecuali seizin ANTARA