RIAU ONLINE, JAKARTA-Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata tiba-tiba menjadi sorotan di tengah penyelidikan kasus harta kekauaan tak wajar mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo.
Alexander Marwata dinilai memiliki konflik kepentingan dalam penanganan kasus Rafael Alun.
Sebab, belakangan Alexander diketahui memiliki keterikatan historis dengan Rafael Alun, dimana keduanya merupakan kawan satu angkatan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
Hal itu diungkapkan oleh Peneliti LSM pemantau korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.
"Merujuk pada sejumlah informasi, salah satu Pimpinan KPK, Alexander Marwata, diduga lulus dari pendidikan STAN pada tahun yang sama dengan Rafael, yaitu tahun 1986," kata Kurnia lewat keterangan, Rabu (15/3/2023).
Atas dasar itulah, Kurnia mendesak Wakil ketua KPK Alexander Marwata mendeklarasikan potensi benturan kepentingan dalam penyelidikan kasus Rafael Alun.
Sebab, menurut Kurnia, tidak tertutup adanya kemungkinan konflik kepentingan dalam pengusutan kejanggalan harta kekayaan yang dimiliki Rafael Alun.
"Bukan tidak mungkin relasi diantara keduanya dapat mempengaruhi pernyataan atau keputusan yang akan dikeluarkan oleh Alex," kata Kurnia.
Ia melanjutkan, jika memang pada akhirnya pimpinan KPK lainnya dan Dewan Pengawas KPK menyatakan memang ada konflik kepentingan, maka gerak Alexander harus dibatasi dalam pelaksanaan tugas, utamanya di ranah penindakan.
Lalu seperti apakah rekam jejak sosok Alexander Marwata? Berikut ulasannya.
Profil singkat Alexander Marwata
Alexander Marwata merupakan kelahiran Klaten, Jawa Tengah pada 26 Februari 1967. Ia menghabiskan masa kecil dan masa remajanya di SD Plawikan I Klaten, SMP Pangudi Luhur Klaten dan SMAN 1 Yogyakarta.
Lepas dari SMA, Alexander melanjutkan pendidikannya di D4 Jurusan Akuntansi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan S1 Ilmu Hukum di Universitas Indonesia.
Karier Alexander Marwata
Sebagian besar karier Alexander Marwata dihabiskan di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ia berkarier di Lembaga tersebut sejak 1987 hingga 2011.
Pada 2010, Alex dipercaya untuk menjadi Kepala Divisi Tankum dan HAM Kantor Wilayah Hukum dan HAM Yogyakarta.
Pada 2012, ia mengemban jabatan sebagai Kepala Divisi pelayanan Hukum dan HAM di Kantor Hukum dan HAM Sumatera Barat.
Jabatan itu ia emban sekaligus dengan posisi Direktur Penguatan HAM di Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM.
Masih di tahun yang sama, Alex mulai menjadi hakim ad hoc di Pengadilan Tinggi Tipikor Jakarta dan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Pada 2015, Alexander terpilih sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019. Dan pada 2019, ia kembali terpilih menjadi pimpinan KPK untuk periode 2019-2023 dikutip dari suara.com