RIAU ONLINE, JAKARTA-Presiden Joko Widodo tidak akan mereshuffle semua menteri dari Partai NasDem. Hal itu akan memberikan citra buruk pada akhir masa kepemimpinanya sebagai presiden.
Pernyataan itu disampiakan Direktur Executive Partner Politik Indonesia AB Solissa.
"Kalaupun misalnya ada kader NasDem yang di reshuffle paling satu orang, tidak semuanya direshuffle. Karena itu akan berisiko bagi Jokowi di akhir masa periodesasinya," ujarnya pada Senin (30/1/2023).
Ia mengatakan bahwa isu reshuffle ini sudah lama mencuat. Terlebih, isu perombakan kabinet ini menyasar nama-nama menteri yang berasal dari Partai NasDem.
"Spekulasi pun merebak, isu reshuffle tiga menteri NasDem ini buntut dari pencapresan Anies Baswedan," lanjutnya.
Sikap partai yang diketuai Surya Paloh mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden itu dinilai bertolak belakang dengan Istana yang mengingikan sosok kader menjadi penerus Jokowi.
"Sikap partai NasDem ini dianggap asimetris dengan arahan Istana yang katanya lebih cenderung ke Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo," katanya.
Tak hanya itu, dukungan NasDem terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta itu ditafsirkan sebagai pembangkangan. Bahkan, Surya Paloh dinilai tidak loyal lagi kepada pemerintahan Jokowi.
Kendati demikian, ia menilai Jokowi tidak semudah itu mendepak Surya Paloh dan NasDem dari kabinet Indonesia Maju.
"Risikonya terlalu besar. Pertama, Jokowi akan kehilangan dukungan Partai NasDem di parlemen, dan itu berbahaya bagi Jokowi," ungkapnya.
"Kedua, Surya Paloh punya resources media yang besar yang selama ini cukup membantu Jokowi dalam membentuk opini publik. Kalau NasDem keluar dari kabinet maka sikap media dibawa kendali Paloh juga akan berubah," pungkasnya dikutip dari suara.com